<div style='background-color: none transparent;'></div>
MAGEA SANOK SEMANEI SLAWEI KUTE NE,MARO BA ITE SELALU JEMAGO PERSATUAN LEM MBANGUN TANEAK TANAI TE,BLOGGER ADE BA ALAT MAGEA ITE UNTUK SELALU JEMALIN SILATURRAHMI.

Profil Kutai Topos Jurukalang

Kutai Topos atau dalam bahasa Indonesianya di sebut Tapus merupakan salah satu desa yang terletak di hulu sungai ketahun Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu,desa ini cukup subur dan berudara sejuk. Sehingga dengan alam seperti itu,penduduk yang 100% suku rejang ini kebanyakan bermata pencaharian tani,ada juga yang berdagang,pegawai negeri sipil,dll.Kutai Topos awalnya hanyalah sebuah peradaban kecil yang berada di hulu sungai ketahun,menurut para penghulu adat desa ini merupakan salah satu desa tertua dalam sejarah peradaban suku rejang mulai dari zaman Ajai sampai pada Zaman Biku serta zaman sekarang ini.
Sebuah desa yang sering di juluki tanah obat ini memiliki keunikan tersendiri mulai dari masyarakatnya yang ramah serta posisi desa yang cukup menarik jika di perhatikan dari kejauhan,di pagari perbukitan aliran sungai,gais pigai (garis yang mengelilingi desa) serta letaknya yang cukup tinggi dari aliran sungai ketahun. Orang tua-tua dulu sering berfalsafah bahwa perbukitan adalah pagar untuk desa tapus,letak desa yang tinggi dari sungai untuk mengantisipasi terjadinya banjir serta gais pigai merupakan pagar desa dari amukan gajah yang sering masuk desa pada zaman itu. Seiring perguliran zaman, desa ini pun berkembang dan lebih ramai dari sebelumnya,dari segi pendidikanpun tidak ketinggalan dari desa-desa lain. Sehingga dari desa ini bermunculan serjana-serjana yang cukup berpengaruh baik di kabupaten maupun di propinsi. Kesadaran pendidikan yang cukup berkembang pada masyarakat Tapus telah mengantarkan generasi desa ini untuk maju dan berkecipung di dunia kemasyarakatan dan pemerintahan.
Desa tapus bertetangga dengan Desa Tik Sirong,Ajai Siangm,Suka Negeri,Talang Baru,Talang Donok,Tanjung,Serta desa Bajak. Desa yang terletah lumayan jauh dari pusat pemerintahan Lebong ini memiliki potensi wisata Yang Tinggi,di antaranya air terjun Ekor Kuda terletak di sungai Tik semulen,air terjun Sapet,Batu Bahan Rumah Pahit Lidah,Batu Balimo,konon Batu ini menurut sejarah merupakan tempat rapatnya para pendiri suku rejang untuk menetapkan adat istiadat pada masyarakat suku rejang,yang sekarang di kenal dengan Adat Tiang Pat Lemo Ngen Rajo,dan masih banyak potensi wisata di desa ini yang belum di olah,baik masyarakat maupun pemerintah Kabupaten Lebong sendiri. Pada tahun 2008 dengan persesetujuan Bupati Lebong,daerah yang 100% Muslim ini di mekarkan menjadi Kecamatan. Dengan berdirinya kecamatan Topos (Tapus) Maka Kutai Topos tidak lagi menginduk kepada Kecamatan Rimbo Pengadang sebagaimana biasanya.

Demikianlah Profil singkat Kutai Topos (Tapus) Semoga kutai ini terus berkembang dan menuju arah yang lebih maju,serta berpegang teguh pada Agama serta adat istiadat yang tetap berdiri kokoh di Kutai ini. Oleh : H Anton

Potensi Propinsi Bengkulu

Rabu

Sumber : indosiar.com

Propinsi Bengkulu terletak di Pantai Barat Pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dengan garis pantai sepanjang 530 kilometer. Ibukota provinsi ini baru terbentuk tahun 1968.Sebelumnya Kota Bengkulu hanya Ibukota Kabupaten Bengkulu Utara dan merupakan bagian dari Sumatera Selatan. Kota Bengkulu kini memiliki empat kecamatan yaitu Teluk Segara, Gading Cempaka, Kepahiang, dan Selabar.Sebagai kota pesisir, sebagian penduduknya menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Belakangan ini banyak perahu nelayan yang tidakberlayar. Hasil tangkapan ikan di laut semakin hari semakin berkurang. Ini akibat ulah nelayan dari luar Bengkulu yang menggunakan pukat harimau.Ekosistem di perairan Bengkulu menjadi terganggu. Menangkap ikan dengan menebar pukat di tengah laut, kini menjadi salah satu alternatif, meski yang diperoleh nyatanya lebih banyak ikan-ikan kecil seperti ini.Pelabuhan Bengkulu terletak di Pulau Baai, sekitar 20 kilometer dari Pusat Kota. Hanya kapal-kapal yang mengangkut bahan-bahan strategis seperti kelapa sawit dan semen, yang bersandar di sini.Bengkulu juga menyimpan potensi wisata yang dapat dikembangkan. Letak geografis, sejarah, budaya, dan kekhasan alamnya, adalah andalan yang dapat menarik minat pelancong.Pantai Panjang ini misalnya. Pantai yang membentang sepanjang tujuh kilometer dengan lebar 500 meter dari jalan raya ini dihiasi dengan jejeran pohon cemara.Berbagai aktivitas wisata atau rekreasi pantai dapat dilakukan di pantai yang memiliki pasir putih ini. Masyarakat Bengkulu biasa menghabiskan waktu di pantai untuk menikmati matahari terbenam atau melakukan sekdar berolahraga pantai. Ombak di Pantai Panjang ini meski tidak begitu besar namun relatif rawan untuk dijadikan lokasi berenang.Meski dipasang tanda peringatan dilarang berenang namun ada saja yang tak mengindahkannya. Transportasi umum cukup mudah untuk menjangkau Pantai Panjang. Jaraknya hanya sekitar tiga kilometer dari pusat kota.Bila ingin bermalam, di sepanjang pantai ini terdapat fasilitas penginapan seperti hotel dan cottage, lengkap dengan fasilitasnya. Untuk dapat menikmati keindahan pantai di Bengkulu dari ketinggian, Kami menuju ke sebuah menara yang terdapat di salah satu hotel berbintang di kota ini.Dari satu-satunya menara ini Kami dapat melihat kota Bengkulu dengan jelas. Beberapa objek wisata juga dapat dilihat dari sini. Antara lain Benteng Marlborough yang merupakan peninggalan sejarah pada masa penjajahan Inggris.Benteng ini dibangun tahun 1714 sampai 1719, pada kepemimpinan Gubernur Joseph Collet. Konon Presiden Soekarno pernah ditahan di salah satu kamar benteng ini oleh penjajah Belanda.Di benteng ini terdapat lorong bawah tanah yang tersambung ke Pantai Panjang dan Gedung Daerah. Masih ada lagi objek wisata Bengkulu yang dapat dilihat dari sini, Taman Laut Pulau Tikus.Pulau Tikus yang terletak di sebelah barat Kota Bengkulu dapat ditempuh satu jam dengan menggunakan speedboat dari Kota Bengkulu. Pulau Tikus yang luasnya satu setengah hektar, dikelilingi karang dan kaya dengan hutan yang cocok untuk berwisata.Karena berpasir putih, Pulau Tikus pada malam hari menjadi habitat penyu sisik dan penyu hijau yang naik ke darat untuk bertelur. Di kawasan laut Pulau Tikus ini terdapat lokasi yang aman untuk menyelam ke dasar laut. Tapak Padri juga salah satu bagian dari kawasan objek wisata Benteng Marlborough yang terletak di Pusat Kota Bengkulu.Kami menyusuri kawasan ini bersama pejabat Pemda Kota Bengkulu. Yang menarik, adalah saat memenadang ke laut lepas, terutama kala menjelang terbenamnya matahari. Rencananya Pemerintah Kota Bengkulu akan mencanangkan kawasan bertaraf internasional di lokasi ini.Diperkirakan dalam 2 hingga 3 tahun mendatang Tapak Padri sudah menjadi kawasan yang layak dikunjungi turis mancanegara. Pemerintah Kota Bengkulu akan mengelolanya secara profesional dengan melibatkan pihak swasta. Andalan lain yang dimiliki Bengkulu adalah kekayaan budaya.Budaya itu masih lestari….Satu diantaranya yang telah menjadi agenda tetap setiap tahunnya adalah perayaan tabot. Perayaan tabot di Bengkulu dilaksanakan selama 10 hari berturut-turut pada bulan Muharam.Perayaan ini merupakan peringatan atas gugurnya Husein, cucu Nabi Muhammad SAW di Padang Karbala saat melawan pasukan Yazid bin Muawiyah. Dalam rangkaian acara perayaan tabot biasanya selalu dirangkai dengan berbagai festival dan kesenian.Misalnya seperti pada perayaan tabot 2006 yang dilangsungkan di Lapangan Merdeka. Pada perayaan ini digelar festival dol, festival tabot, telong-telong dan seni tari.Kemeriahan festival tabot ini sudah terasa sejak beberapa hari sebelum acara berlangsung.Di beberapa sudut kampung, Kami melihat sekumpulan anak-anak yang tekun berlatih dol dan menari. Ada juga yang sibuk mempersiapkan diri untuk tampil di malam pembukaan tabot. Persiapannya terbilang serius, karena perayaan tabot kali ini digelar untuk tingkat propinsi. Biasanya hanya setingkat kota Bengkulu.Suasana pembukaan perayaan tabot berlangsung meriah, dengan panggung yang bernuansakan rumah adat Bengkulu.Tarian Bangkahullu Menjadi Pembuka ....Tarian adat pada malam bedendang ini menggambarkan kesukacitaan. Gerakannya dikembangkan dari lenggang Bangkahullu bercampur warna melayu. Pada malam ini tampil musik dol yang dipadu dengan suling dan tasa. Perpaduan harmonis alat musik dol dengan alat musik lainnya.Musik dol ini juga mengiringi tarian jari-jari menjara yang menggambarkan Husein, cucu Nabi Muhammad yang rela mati syahid melawan pasukan Yazid Bin Muawiyah di Padang Karbala.Ratusan obor bambu yang dipasang di sekeliling panggung menyatukan suasana meriah seremonial dan sakralitas ritual tabot. Belasan orang berjubah putih di panggung menambah kesakralan acara. Mereka akan melakukan prosesi ritual pengambilan tanah sebagai simbol dimulainya ritual tabot. Pentas lomba dol juga mewarnai festival tabot.Saat itu ada 14 kelompok yang ikut serta. Peserta ini bukan hanya remaja berusia 15 hingga 25 tahun, tapi juga anak-anak. Meski kedengarannya lagu yang mereka mainkan nyaris sama, namun masing-masing kelompok berusaha tampil maksimal dengan gaya andalan mereka.Ada yang menonjolkan sisi busananya. Ada juga yang mengedepankan alat musik yang dikolaborasi dengan dol. Lapangan Merdeka yang digunakan sebagai tempat diselenggarakannya festival tabot selama 10 hari tak pernah sepi dari pengunjung.Kesempatan ini digunakan para pedagang untuk meraup keuntungan. Ribuan pengunjung menyerbu 90-an stan yang berada di arena bazaar ini. Berbagai jenis produk dapat dijumpai, namun yang menarik perhatian kami adalah stan produk lokal seperti dol.Alat musik yang digunakan dalam prosesi tabot ini begitu diminati pengunjung yang memburu dol mini sebagai cinderamata.Produk lokal lain yang menurut Kmi bagus adalah kain besurek. Kain memiliki beberapa jenis bahan dengan harga antara 65 ribu hingga 650 ribu.Sayangnya kali ini kain basurek tidak begitu menarik minat pengunjung.Gemerlap lampu hias dari telong-telong terlihat menonjol di keriaan ini. Bentuknya mirip dengan lampion terbuat dari kertas.Tapi kali ini dibentuk lebih besar dari biasanya. Ada yang berbentuk rumah adat Bengkulu, bumi dan bunga rafllesia mekar. Untuk meramaikan suasana, setiap peserta melibatkan penari dan musik.Setiap telong-telong diikuti setidaknya 30 orang pendukung. Benda setinggi enam meter ini disebut tabot yang berarti kotak atau keranda. Tabot yang sedang diarak ini disebut arak gedang.Ini termasuk satu dari beberapa prosesi yang harus dijalani dalam perayaan tabot. Tabot yang telah lengkap karena telah naek pangkek ini diarak ke Lapangan Merdeka untuk menjalani prosesi selanjutnya, tabot besanding.Tabot besanding adalah ketika semua tabot sakral yang berjumlah 17 buah sudah lengkap dibariskan di lapangan ini. Pada malam ritual tabot besanding, Lapangan Merdeka menjadi lautan manusia. Selain menyedot perhatian masyarakat, acara ini juga dihadiri oleh sejumlah duta besar negara sahabat.Pada malam itu juga dicanangkan kawasan wisata bertaraf internasional di Bengkulu. Sirine dan luncuran kembang api dari Benteng Marlborough menandainya. Atraksi dol dan jari-jari karbala ditambah barisan tentara menabuh dol, menutup keriaan besar di Bengkulu malam itu.Usai festival tabot, Bengkulu kembali seperti semula. Seakan sepi ditinggal masyarakatnya yang bergulat dengan kesehariannya. Mereka, masyarakat Bengkulu tengah menggapai impiannya menjadikan daerahnya sebagai tujuan wisatawan melancong.Seakan berangan, bisa saja nanti para pelancong sebelum meninggalkan Bengkulu menyempatkan diri mampir ke sentra oleh-oleh khas Bengkulu, seperti yang Kami lakukan.Di kawasan ini menjual makanan dan cinderamata, seperti emping melinjo, kopi Bengkulu dan tabot mini. Yang juga banyak diminati adalah kue tat, kue yang terbuat dari tepung terigu, gula dan nanas. Katanya mirip nastar. Sebuah angan-angan yang bisa terwujud tak lama lagi. (Suprie)
Sumber: Indosiar.com
Continue Reading | komentar

BENTENG FORT MARBOROUGH KURANG PROMOSI

by: dpr.go.id

Pendidikan sejarah di bangku sekolah merupakan salah satu mata pelajaran yang tergolong penting bagi semua siswa. Mata pelajaran tersebut dapat dikatakan sebagai dasar pengenalan siswa akan sejarah bangsanya. Alur sejarah maupun tempat bersejarah Indonesia yang ada sejak zaman kerajaan hingga perjuangan merebut kemerdekaan tidak boleh hilang ditelan waktu.
Salah satu peninggalan bersejarah bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan adalah Benteng Fort Marborough di Bengkulu. Keberadaan benteng ini sampai sekarang jarang diketahui masyarakat meskipun perannnya sangat penting pada masa itu.
Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi X DPR yang membidangi Pendidikan Nasional, Kebudayaan dan Pariwisata, Perpustakaan serta Pemuda dan Olahraga dalam Reses Masa Persidangan III Tahun Sidang 2007-2008 melakukan Kunker ke Provinsi Bengkulu. Tim yang dipimpin Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno menemukan kurangnya perhatian yang diberikan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terhadap Benteng Fort Marborough.
Dalam Kunker tersebut, Ketua Tim Irwan Prayitno (F-PKS) menilai pendidikan di SD dan SMP di seluruh Indonesia harus ada pelajaran sejarah, termasuk sejarah kemerdekaan. Menurutnya salah satu daerah bersejarah dalam era merebut kemerdekaan dari penjajah adalah Bengkulu, terutama Benteng Fort Marborough.
Irwan berharap agar pendidikan untuk SD dan SMP perlu diinsentifkan juga kepada pelajaran yang berkaitan dengan sejarah dan perjuangan merebut kemerdekaan, sehingga dengan demikian Bengkulu akan menjadi satu tempat kunjungan bagi para pelajar dan juga masyarakat untuk melihat sejarahnya dan mengenang perjuangan para tokoh-tokoh pendahulu sebelumnya.
“Di Bengkulu banyak peninggalan-peninggalan sejarah,” kata Irwan.
Peninggalan sejarah di Bengkulu dapat terlihat sejak masa merebut kemerdekaan hingga zaman pemerintahan Soekarno. Irwan menilai tempat-tempat bersejarah tersebut jangan sampai hilang dan tidak diketahui generasi yang akan datang.
“Peninggalan sejarah di wilayah ini dapat terlihat sejak era perjuangan melepaskan dari penjajahan. Bahkan dari zaman abad 18 kolonial sampai kepada datangnya Soekarno untuk kemerdekaan merupakan sejarah yang sangat berharga bagi bangsa ini, ” ujarnya.
Hal senada diungkap Anggota Tim Kunker Aan Rohanah (F-PKS) yang menilai Benteng Fort Marborough merupakan bukti sejarah bagi Indonesia. Benteng tersebut menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa dalam melawan penjajahan.
Ia meminta supaya keberadaan benteng ini dapat terus dijaga dan disosialisasikan melalui mata pelajaran sejarah yang diajarkan di bangku sekolah.
“Sebab ini ‘kan bukti sejarah perjuangan di Indonesia yang pernah dijajah oleh negara lain,” katanya.
Aan Rohanah berharap keberadaan Benteng Fort Marborough di Bengkulu dapat menjadi bagian sejarah dunia, tidak hanya bagi Indonesia. Selain menjadi bagian sejarah dunia, keberadaan benteng itu juga dapat memacu semangat perjuangan anak bangsa.
“Untuk bisa menjadi pemacu semangat perjuangan anak bangsa sekaligus juga untuk menunjukan perdamaian dunia, ini perlu juga dijadikan sebagai sejarah dunia untuk kalangan lain, tidak hanya untuk bangsa Indonesia,” tegasnya.
Dalam Kunker, Aan menyarankan supaya pemerintah daerah Bengkulu membuat terobosan-terobosan yang dapat diakses pemerintah pusat. Dengan membuat terobosan yang dapat diakses pemerintah pusat maka secara otomatis akses ke dunia internasional juga terbuka sehingga potensi pariwisata diketahui masyarakat luas.
“Nanti pusat ikut membantu untuk melakukan hal-hal yang bisa diakses oleh dunia internasional dalam kepariwisataan,” katanya.

Potensi Pariwisata
Keberadaan Benteng Fort Marborough yang memiliki sejarah bagi Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya mempunyai potensi pariwisata yang belum tergali. Promosi yang kurang dilakukan pemerintah setempat menjadikan keberadaan benteng bersejarah tersebut tidak diketahui masyarakat luas.
Menurut Anggota Tim Kunker Ruth Nina M. Kedang (F-PDS), perlu ada kiat-kiat yang dilakukan pemerinath pusat dan pemerintah daerah Bengkulu dalam mempromosikan tempat bersejarah yang ada di wilayahnya, khususnya Benteng Fort Marborough.
“Pertama harus ada komitmen dari pemerintah daerah menjadikan ini sebagai desinasi wisata nasional,” katanya.
Lebih jauh Ruth Nina menjelaskan bahwa pemerintah daerah harus giat melakukan promosi potensi pariwisata yang ada. Promosi tersebut dapat dilakukan melalui event-event yang dapat menarik minat wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung ke Bengkulu.
“Pemerintah daerah juga harus giat melakukan event-event, harus melakukan pemasaran ke seluruh Indonesia ataupun ke dunia untuk menarik wisatawan mancanegara ataupun domestik untuk datang ke Indonesia, khususnya Bengkulu. Yang penting adalah pengembangan desinasinya melengkapi fasilitas dan event-event sebagai sarana promosi pariwisata,” ujarnya.
Nina menjelaskan bahwa daerah di Indonesia tidak seluruhnya pernah dijajah Inggris. Pendirian benteng pada masa itu juga menjadi daya tarik tersendiri dari sisi pariwisata saat ini.
“Tidak banyak daerah-daerah kita yang pernah dijajah oleh Inggris, apalagi mendirikan benteng pada zaman kolonial. Jadi sangat bagus, sangat baik untuk dijadikan potensi pariwisata nasional,” katanya.
Sementara itu Ferdiansyah (F-PG) meminta pemerintah daerah Bengkulu untuk serius menggarap potensi pariwisata yang ada diwilayahnya. Hal ini juga sebagai pendukung tahun kunjungan wisata Indonesia atau Visit Indonesia Year 2008.
“Kalau memang Bengkulu dijadikan salah satu obyek wisata apalagi menjadi salah satu kunjungan wisatawan mancanegara dalam konteks Visit Indonesia Year 2008 memang yang harus segera dipersiapkan adalah bagaimana mengemas semua potensi yang ada sehingga menarik untuk dikunjungi,” ungkapnya.
Ferdiansyah menilai potensi pariwisata yang ada di Bengkulu tidak kalah dengan yang ada di wilayah ataupun negara lain. Guna menunjang potensi pariwisata Bengkulu maka perlu disiapkan sumber daya manusia yang sangat memadai.
Ferdiansyah berharap pemerintah daerah setempat dapat mempersiapkan sumber daya manusia yang memadai. Kemampuan tersebut diharapkan dapat menarik wisatawan lokal dan asing untuk berkunjung ke obyek-obyek wisata yang ada di Provinsi Bengkulu. Menurutnya dengan adanya sumber daya manusia yang kompeten dapat meninggalkan kesan yang baik bagi wiatawan yang datang sehingga ketika mereka kembali ke negaranya akan menceritakan betapa terkesannya tempat wisata dan pelayanan yang diberikan di Bengkulu.
“Kalau soal obyek wisata yang ada di Indonesia tak kalah bagusnya dengan negara lain, bahkan melebihi daripada obyek-obyek wisata yang ada di dunia,” tegas Ferdiansyah. (iw)
Continue Reading | komentar

Memadukan Wisata Alam, Budaya, dan Sejarah

TIDAK seperti lazimnya penggambaran pantai selama ini yang selalu dilukiskan banyak pohon kelapa, di tepi Pantai Panjang justru tumbuh berjajar pohon cemara. Penduduk setempat menyebutnya pohon ru. Tingginya bisa mencapai sekitar 30 meter, berjajar dengan rapi. Di beberapa tempat masih ada pohon baru yang sengaja ditanam untuk menambah pohon yang ada.
JAJARAN ratusan pohon cemara di tepi pantai itu menambah keindahan kawasan sepanjang sekitar tujuh kilometer di Kota Bengkulu ini. Di sepanjang pantai juga ada jalan beraspal sepanjang tujuh kilometer, dan berada di bawah kerimbunan pohon-pohon cemara tersebut.
Pantai di tepian Samudera Hindia ini jika sore hari dipadati oleh para pengunjung yang ingin beristirahat sambil menikmati saat-saat Matahari terbenam. Pengunjung bisa sekadar duduk-duduk di pasir sambil menikmati pemandangan, atau berolahraga seperti joging, bermain bola, dan sekadar jalan-jalan.
Anak-anak bermain bola, pasangan muda-mudi berpacaran, orang tua yang sekadar duduk-duduk, dan beberapa orang memancing di sungai kecil yang mengalir ke pantai, adalah suasana yang biasa terlihat sore hari di Pantai Panjang.
"Saya sering mengajak keluarga untuk bermain dan menikmati sunset di pantai ini," kata Edi Marwan, warga Kota Bengkulu. Menurut Edi, setiap sore dan hari libur, pantai ini selalu dipenuhi warga yang ingin menikmati Matahari terbenam.
Di tengah laut, sejumlah kapal dan perahu terlihat sedang berlayar. Perahu-perahu itu milik para nelayan di Kota Bengkulu yang sedang mencari ikan di Samudera Hindia.
Ombak di pantai ini tidak terlalu besar, namun menurut sejumlah penduduk setempat, cukup berbahaya untuk dijadikan lokasi mandi. Sayangnya, tidak ditemukan adanya papan pengumuman kepada pengunjung tentang bahaya mandi di laut. "Seharusnya pemerintah memasang papan peringatan kepada pengunjung supaya keselamatan mereka terjamin," kata Edi.
Pesona sunset dan jajaran pohon cemara yang hijau di sepanjang tepiannya inilah yang coba ditawarkan untuk menarik wisatawan datang ke Bengkulu. Meski menjadi obyek wisata andalan, kawasan Pantai Panjang kurang terkelola dengan baik.
Pantai ini juga dilengkapi sarana publik seperti WC umum, restoran, dan kolam renang. Transportasi cukup mudah untuk mencapai pantai ini. Jaraknya hanya sekitar tiga kilometer dari pusat kota.
Akan tetapi, beberapa fasilitas dibiarkan telantar tanpa perawatan, seperti tempat duduk dan beberapa bangunan lain yang tampak berantakan. "Bangunan rumah di pinggir pantai yang rusak itu karena gempa tahun 2000," kata Arman Rumli, Kepala Dinas Pariwisata Bengkulu.
Selain itu, jajaran puluhan gubuk tempat orang berjualan tampak mengganggu keindahan suasana pantai. Mereka tampak tidak diatur sehingga terkesan asal-asalan membangun warung-warung tersebut.
Pantai Panjang hanyalah salah satu dari sejumlah andalan untuk pembangunan pariwisata Bengkulu. Selain pantai ini, tempat lain yang menyajikan keindahan alam antara lain Pulau Tikus, Pantai Tapak Padri, Pantai Pasir Putih di dekat Pelabuhan Samudera Pulau Baai, dan Danau Dendam Tak Sudah.
Danau Dendam Tak Sudah merupakan tempat tumbuhnya anggrek langka, Vanda hookeriana. Sayangnya, akibat pembabatan hutan, danau ini terancam keberadaannya. Oleh Pemerintah Daerah Bengkulu, kawasan cagar alam ini dijadikan kawasan wisata.
"Akan tetapi, karena kawasan ini merupakan cagar alam, harus ada ploting area supaya kegiatan pariwisata tidak sampai merusak kawasan cagar alam," kata Arman.
BENGKULU tidak hanya mengandalkan wisata alam, tetapi juga wisata sejarah dan wisata budaya. Menurut Arman Rumli, Bengkulu kaya wisata sejarah dan budaya. Di antaranya adalah rumah Fatmawati, istri Presiden RI Soekarno, dan rumah kediaman Presiden Soekarno sewaktu diasingkan Belanda di Bengkulu antara tahun 1938 dan 1942.
Kekayaan sejarah lain di Bengkulu adalah Benteng Marlborough di tepi Pantai Tapak Padri, dan Monumen Parr. Benteng Marlborough merupakan bangunan kokoh peninggalan Inggris yang dibangun pada tahun 1713 hingga 1719 pada masa kepemimpinan Gubernur Joseph Collet.
Bangunan ini tidak mengalami kerusakan berarti ketika gempa besar berkekuatan 7,3 pada skala Richter tahun 2000 yang menghancurkan ribuan bangunan lain di Bengkulu.
Dari atas benteng bisa dilihat bentangan Pantai Tapak Padri hingga jauh ke tengah laut, dengan perahu-perahu nelayan yang sedang mencari ikan atau merapat di pantai. Tak heran, benteng ini dijadikan sebuah tempat pertahanan karena tempatnya yang strategis untuk mengawasi tempat di sekelilingnya.
Tempat ini ramai dikunjungi pada sore hari. Pengunjung bisa menikmati sunset di horizon Pantai Tapak Padri dari atas benteng, sambil menikmati kenangan sejarah masa lampau.
Sayangnya, kondisi bangunan tua ini terkesan kurang terawat. "Padahal, kalau dirawat dengan baik, pasti akan bagus," kata Jon, seorang pengunjung benteng. Bahkan benteng bersejarah ini tidak luput dari aksi vandalisme, dengan banyaknya coretan di dinding benteng dan di beberapa meriam peninggalan Inggris. "Coretan-coretan itu hasil kejahilan para pengunjung," kata Erman, seorang fotografer di Benteng Marlborough.
Wisata lain yang menjadi andalan Bengkulu adalah wisata budaya. Paling dikenal adalah wisata budaya upacara Tabot. Perayaan Tabot di Bengkulu dilaksanakan selama 10 hari berturut-turut.
Tabot dirayakan setiap tanggal 1 hingga 10 Muharam setiap tahun, yang berakar pada sejarah Islam di Bengkulu. "Sekarang ini banyak Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) dan menyebar ke beberapa desa di Bengkulu," kata Arman.
Selain Tabot, wisata budaya lainnya adalah kerajinan kain besurek. Tetapi, akibat mulai jarangnya perajin, cukup sulit untuk melihat perajin yang sedang membatik kain besurek.
Di kawasan Penurunan dan Anggut banyak kios yang memajang cenderamata khas Bengkulu seperti kain besurek. Hanya saja, yang banyak dipajang saat ini adalah kain batik printing motif besurek. Kain batik jenis inilah yang mengancam keberadaan para perajin kain besurek Bengkulu. (B04)
Continue Reading | komentar

Benteng Marlborough

by: Kikit Shakti Helaz

Kota Bengkulu sebagai salah satu daerah otonom dituntut untuk mampu menggali, memanfaatkan dan mengembangkan segenap potensi yang dimiliki agar mampu melaksanakan pengembangan dan pembangunan kepariwisataan untuk kepentingan masyarakat. Potensi kepariwisataan yang besar namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal merupakan kekuatan sekaligus peluang untuk dikembangkan sebagai sektor unggulan daerah dalam melaksanakan pembangunan yang menyeluruh.

Rumah Bung KarnoBengkulu tidak hanya mengandalkan wisata alam, tetapi juga wisata sejarah dan wisata budaya. Bengkulu kaya dengan wisata sejarah dan budaya. Di antaranya adalah rumah Fatmawati, istri Presiden RI Soekarno, dan rumah kediaman Presiden Soekarno sewaktu diasingkan Belanda di Bengkulu antara tahun 1938 dan 1942. Kekayaan sejarah lain di Bengkulu adalah Benteng Marlborough.
Setelah lebih kurang 140 tahun Pemerintah Inggris berada di Bengkulu, mereka banyak meninggalkan “warisan” peninggalan bersejarah. Salah satu objek wisata budaya berbentuk peninggalan sejarah adalah Benteng Marlborough. Benteng Marlborough merupakan bangunan kokoh peninggalan Inggris yang dibangun pada tahun 1713 hingga 1719 pada masa kepemimpinan Gubernur Joseph Collet. Nama benteng ini menggunakan nama seorang bangsawan dan pahlawan Inggris, yaitu John Churchil, Duke of Marlborough I. Benteng ini tergolong terbesar di kawasan Asia. Peninggalan sejarah ini memiliki daya tarik yang besar karena kelangkaannya. Benteng ini merupakan pusat pemerintahan kolonial Inggris yang menguasai Propinsi Bengkulu selama lebih kurang 140 tahun (1685-1825). Sehingga benteng ini pun masih memiliki bentuk yang sesuai dengan desain asli bangunan abad ke-17. Sungguh merupakan daya tarik yang jarang ditemukan di tempat lain.
Situs kawasan Benteng Marlborough ini berada dalam satu kawasan dengan objek wisata alam pantai, yaitu Pantai Tapak Paderi. Sehingga memberikan perpaduan objek wisata alam dan budaya. Kelengkapan kawasan ini sebagai objek wisata menjadi potensi besar untuk dapat menjadi objek wisata unggulan bagi Kota Bengkulu.
Pantai Panjang (Long Beach)Benteng Marlborough sejak mulai dibangun telah memegang fungsi strategis di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Potensi kesejarahan yang demikian merupakan komoditi penelitian yang menarik. Potensi ini memiliki nilai yang besar dalam memperkaya kajian keilmuan.John Bastin dalam bukunya yang berjudul : The British in West Sumatera (1685-1825) A Selection Documents with An Introduction. Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1965., banyak memberikan informasi tentang kejadian-kejadian di sekitar Benteng Marlborough. Bahkan yang lebih menarik adalah digunakannya dokumen-dokumen resmi dari pemerintah Inggris yang berpusat di Benteng Malborough, termasuk dokumen yang disebut SFR (Sumatera Factory Record). Karya pustaka ini dapat menjadi sumber informasi yang mampu memberikan daya tarik kepada wisatawan mancanegara maupun nusantara.Seperti salah satu informasi dari John Bastin yang menarik bahwa Benteng Marlborough pernah ditinggalkan oleh pemerintah Inggris selama hampir lima tahun, yaitu pada tahun 1719-1724. Tentu saja ini menarik untuk diketahui lebih lanjut, tentang siapa yang menguasai Benteng Marlborough selama tahun 1719-1724, dan apa yang sebenarnya terjadi selama lima tahun tersebut. Informasi tersebut tentu mengandung nilai sejarah yang tinggi dan merupakan sumber keilmuan yang berharga. Sebagai peninggalan sejarah yang penuh potensi keilmuan, Benteng Marlborough telah memiliki segmen pasar tersendiri, yaitu para pelajar dan mahasiswa.
Peta Kota BengkuluSecara menyeluruh, kepariwisataan Kota Bengkulu pada sisi penawaran masih memiliki permasalahan yang belum dapat diselesaikan. Saat ini banyak obyek dan daya tarik wisata yang belum dikelola dan dikembangkan, pengelolaan sarana wisata yang belum profesional, jarak yang tergolong jauh dari daerah sekitar, selain itu kelembagaan, pengelolaan dan SDM yang masih lemah.Sedangkan sisi permintaan kepariwisataan Kota Bengkulu terdapat permasalahan yaitu kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara masih rendah. Kunjungan wisatawan yang rendah berakibat pada rendahnya pembelanjaan wisatawan yang menjadi sumber pemasukan. Sehingga kesejahteraan masyarakat masih lemah.Sebuah objek wisata dikembangkan dengan beberapa pendekatan antara lain Product Approach (Pendekatan Produk), Market Approach (Pendekatan Pasar), dan gabungan dari keduanya. Product Approach merupakan pengembangan sebuah objek wisata tanpa memperhatikan keinginan dan selera pasar (konsumen). Market Approach (Pendekatan Pasar) merupakan upaya pengembangan sebuah objek wisata dengan memperhatikan selera dan keinginan pasar melalui survei pasar baik pasar potensial maupun pasar aktual.
Peta Lokasi Benteng MarlboroughObjek wisata Benteng Marlborough memiliki potensi yang jarang ditemui di daerah lain, khususnya dalam wilayah yang menjadi kompetitor pariwisata Kota Bengkulu di wilayah Sumatera. Kondisi benteng yang memiliki permasalahan disisi kepariwisataan menarik untuk diteliti. Terutama kaitannya sebagai objek wisata andalan di Kota Bengkulu.
Continue Reading | komentar

Perkembangan Arsitektur Kota Bengkulu Masa Kolonial

by:Aryandini Novita dan Darmansyah


I. PENDAHULUAN

I.A Latar Belakang Penelitian

Provinsi Bengkulu secara umum memiliki potensi arkeologi terutama dari masa kedatangan dan perkembangan Islam dan masa kolonial bangsa asing di Nusantara. Penelitian-penelitian arkeologi di Bengkulu yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dimulai sejak tahun 1982, kemudian berlanjut pada tahun 1985. Penelitian yang lebih intensif pada bidang kolonial terjadi pada tahun 1986, yang dilakukan peneliti dari Amerika Serikat, John M. Miksic yang mengadakan survei dan ekskavasi di situs Fort York. Penelitian ini berhasil mengumpulkan dan mengidentifikasi temuan mata uang dari East Indian Company (EIC) , Vereneeging Oost de Company (VOC) dan Cina serta keramik dari Cina abad XVII-XIX M, keramik Eropa buatan Gouda Delft dan beberapa gerabah lokal yang menunjukkan persamaan dengan gerabah yang ditemukan di Banten.

Pada tahun 1987, kembali dilaksanakan penelitian di Situs Fort York. Penelitian ini melibatkan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Kepurbakalaan, dan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan daerah Fort York, sebelum benteng ini berdiri adalah pusat kegiatan ekonomi, politik, dan perdagangan yang dimulai dari tahun 1685 ( Tim Peneliti Balai Arkeologi Palembang, 1994). Sejak tahun 1993 Balai Arkeologi Palembang mulai melaksanakan penelitian di Bengkulu. Mengenai penelitian arkeologi kolonial yang terakhir di Bengkulu dilakukan oleh Aryandini Novita dari Balai Arkeologi Palembang pada tahun 1998 (Novita, 1998). Penelitian tersebut membahas tataruang kota dan pola pemukimannya di Kota Bengkulu pada abad XVIII. Penelitian tersebut berfokus pada tinggalan-tinggalan pemukiman masa Kolonial Inggris. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah Inggris sebagai penguasa telah menempatkan komponen-komponen kota berdasarkan fungsinya. Sebagai sebuah kota yang perekonomiannya dititikberatkan pada pelayaran dan perdagangan, maka Inggris menetapkan Pelabuhan Bengkulu sebagai kawasan yang paling penting di antara kawasan-kawasan lainnya. Untuk melindungi kawasan tersebut Inggris mendirikan Benteng Malborough (Novita, 1998). Pada tahun 2002, Balai Arkeologi Palembang kembali melakukan penelitian di Kota Bengkulu, khusus mengkaji pemukiman dari masa Kolonial Belanda di Kota Bengkulu (Darmansyah, 2002).

Secara historis, komunitas-komunitas di wilayah Bengkulu terbentuk melalui konfederasi dari beberapa marga yang pada umumnya bersifat genealogis. Beberapa komunitas itu mereka sebut kerajaan, seperti Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sungai Itam (Hitam) dan Kerajaan Sillebar (Setiyanto, 2001: 1). Pengaruh Inggris di Bengkulu dimulai pada tanggal 12 Juli 1685, ketika Ralph Ord, wakil dari EIC, menandatangani perjanjian dagang dengan para pemimpin lokal di Bengkulu. Isi perjanjiannya adalah para pemimpin lokal menyediakan lada bagi perusahaan ini sebagai imbalan pihak Inggris akan membantu melindungi daerah Bengkulu dari usaha penjajahan bangsa Belanda.

Untuk mengamankan usaha menguasai Bengkulu, Inggris merasa perlu untuk membangun perbentengan. Pada awalnya, Inggris membangun benteng pada sebidang tanah yang berada di antara laut dan Sungai Serut. Benteng tersebut dinamakan Fort York. Karena lingkungan benteng yang tidak sehat, maka benteng tersebut akhirnya ditinggalkan. Kemudian dibangun benteng baru yang berjarak 2 mil dari Fort York. Benteng baru tersebut dinamakan “Marlborough” untuk menghormati John Churchill, pahlawan perang Inggris di Eropa, yang bergelar Duke Of Marlborough. Benteng yang pembangunnya selesai pada tahun 1719 itu menjadi cikal bakal Kota Bengkulu. Kekuasaan Belanda secara de facto dimulai pada tahun 1825, yang secara de jure ditandai dengan ditandatanganinya Traktat London (17 Maret 1824). Traktat London berisi tentang pembagian kekuasaan antara Inggris dan Belanda. Inggris mendapatkan tanah jajahan dari mulai Tumasik (Singapura), Johor ke utara yakni daerah Semenanjung Malaya hingga ke perbatasan Muangthai. Sementara itu, Belanda menguasai daerah Kepulauan Riau ke selatan termasuk Pulau Sumatera. Sebagai implikasinya, Bengkulu sebagai koloni Inggris ditukar dengan Malaka, koloni Belanda di Semenanjung Malaya.

I.B Permasalahan

Setelah disimak perjalanan sejarah Bengkulu mengalami dua periode pemerintahan kolonial. Permasalahan yang kemudian muncul adalah bagaimana bentuk tinggalan-tinggalan arkeologi yang ada di Kota Bengkulu dilihat dari segi arsitektural dan fungsinya pada masa lalu dan apa pengaruh dua penguasa kolonial (Inggis-Belanda) terhadap perkembangan Kota Bengkulu?

I.C Tujuan Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian pemukiman Kota Bengkulu dari masa Kolonial Inggris dan kemudian Belanda memungkinkan dibahasnya permasalahan perkembangan awal kota tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan Kota Bengkulu pada masa Kolonial Inggris hingga Hindia-Belanda. Pokok bahasan tersebut diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran mengenai proses perkembangan kota pada masa kolonial, khususnya dalam rangka penelitian perkembangan kota-kota pada masa kolonial di Sumatera.

I.D Kerangka Pikir dan Metode Penelitian

Salah satu tinggalan budaya masa lalu di suatu kota adalah bangunan. Bangunan merupakan salah satu gubahan arsitektur atau karya seni manusia yang mencerminkan gaya pada suatu masanya. Hal itu dipengaruhi oleh keadaan geografis, geologis, iklim dan budaya (Sumintardja, 1978: 4).
Banyak kota-kota di Indonesia termasuk Bengkulu yang tumbuh dan berkembang pada masa kolonial. Secara garis besar kota-kota kolonial mempunyai ciri-ciri (1) permukiman sudah stabil; (2) terdapat garnisun yang dibentuk oleh penguasa kolonial; (3) adanya permukiman pedagang; dan (4) adanya tempat penguasa kolonial menyelenggarakan aktivitasnya (Mc Gee, 1967: 62).

Untuk mengkaji perkembangan Kota Bengkulu ini dipergunakan metode penalaran induktif yang bersifat eksploratif. Dengan penalaran tersebut maka penelitian tersebut dimulai dari kajian-kajian fakta atau gejala yang bersifat khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum, atau generalisasi yang bersifat empiris.

Dalam tahap pengumpulan data dilakukan survei tinggalan-tinggalan arkeologi yang merupakan komponen kota. Survei tersebut dilakukan dengan cara mengamati keadaan umum tinggalan-tinggalan arkeologi tersebut serta faktor-faktor pendukungnya, antara lain seperti keadaan lingkungan, dan keletakan geografis. Selain mengumpulkan data lapangan, dilakukan juga survei kepustakaan. Survei tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan berupa naskah-naskah kuna, keterangan-keterangan sejarah, dan gambar-gambar kuna yang berhubungan dengan keadaan Kota Bengkulu masa itu.

Setelah data lapangan dan kepustakaan terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Dalam tahap pengolahan data seluruh data akan dianalisis berdasarkan dimensi bentuk, ruang dan waktu. Hasil dari pengolahan data tersebut kemudian diintegrasikan untuk dibahas sehingga menghasilkan asumsi yang diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Pada tahap terakhir itu akan dicoba untuk menarik kesimpulan mengenai perkembangan Kota Bengkulu pada masa Kolonial Inggris hingga Belanda.

II. TINGGALAN PEMUKIMAN KOTA BENGKULU MASA KOLONIAL

II.A. Masa Kolonial Inggris

II.A.1 Arsitektur Bangunan

II.A.1.a Benteng Marlborough

Benteng Marlborough secara astronomis terletak pada titik koordinat antara 3o 47' 16,7" LS dan 102o 15' 8,8" BT. Secara umum benteng tersebut berdenah segi empat. Empat bastion berada di keempat sudutnya. Pintu masuk benteng berada di sisi baratdaya berupa bangunan berdenah segi tiga yang terpisah dari benteng.Pada benteng tersebut terdapat parit keliling yang mengikuti bentuk denah benteng. Parit itu memisahkan bangunan induk dari bangunan depanbya. Kedua bangunan tersebut dihubungkan dengan sebuah jembatan.

Pada bangunan depan terdapat pintu masuk yang berbentuk lengkung sempurna. Bangunan tersebut tidak mempunyai ruangan, melainkan hanya merupakan lorong yang menuju ke jembatan penghubung. Pada dinding lorong tersebut terdapat 4 buah nisan, 2 buah nisan berasal dari masa Benteng York dan yang lainnya berasal dari masa Benteng Marlborough. Pada nisan-nisan tersebut tertera nama George Shaw - 1704; Richard Watts Esq - 1705; James Cune - 1737; Henry Stirling - 1774.

Pada bagian atas bangunan ini terdapat tembok keliling yang mempunyai celah-celah berbentuk segi tiga yang berfungsi sebagai celah intai. Pada bagian belakang bangunan terdapat 3 buah makam dengan nisan yang terbuat dari batu, tetapi tulisannya sudah tidak terbaca lagi.Bastion-bastion Benteng Marlborough terdapat di sudut utara, selatan timur, dan barat serta masing-masing berdenah segi lima. Pada bagian atas bastion umumnya diberi tembok keliling dengan celah intainya. Lantai bagian tersebut dibuat dari tegel berglasir coklat. Pada bastion selatan masih terlihat sisa rel meriam yang berbentuk lingkaran. Pada dinding sisi utara bastion selatan dan timur menempel 8 buah cincin besi yang masing-masing berjarak 1 meter.

Pada bastion-bastion tersebut terdapat beberapa ruangan, yaitu pada bastion utara dan bastion barat. Ruangan dalam bastion utara terdiri dari 2 kamar. Langit-langit kamar tersebut berbentuk lengkung dengan lubang berdiameter 80 centimeter yang menembus bagian atas bastion. Ruangan dalam bastion barat mempunyai 2 kamar yang berfungsi sebagai penjara yang letaknya saling berhadapan. Pada salah satu penjara yang letaknya lebih rendah terdapat lorong yang pada langit-langitnya diberi lukisan binatang dari arang.

Dalam Benteng Marlborough terdapat juga beberapa bangunan, yaitu di antara bastion utara dan timur, antara bastion selatan dan barat, dan antara bastion selatan dan timur. Bangunan antara bastion utara dan timur mempunyai denah persegi panjang dan terbagi dua yang dipisahkan oleh lorong menuju pintu belakang benteng. Saat penelitian ini bangunan tersebut digunakan sebagai Kantor Permuseuman, Sejarah, dan Kepurbakalaan, Kantor Wilayah Departemen Pendididikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu. Bangunan di sebelah kiri terdiri dari 3 ruang; sedangkan bangunan di sebelah kanan terdiri dari 4 ruangan. Pada umumnya jendela-jendela pada bangunan tersebut berbentuk persegi panjang. Bagian atas bengunan ini terdapat atap yang berbentuk pelana kuda dan pada bagian belakangnya terdapat lorong selebar 1 meter.

Di antara bastion selatan dan barat terdapat bangunan berdenah persegi panjang yang dibagi menjadi dua, dipisahkan oleh lorong yang menuju pintu gerbang utama. Pintu utama tersebut berbentuk lengkung dan dihiasi dengan tiang semu. Bangunan sebelah kiri terdiri dari 3 ruangan yang disekat oleh tembok. Umumnya jendela dan pintu bangunan ini berbentuk lengkung. Pada ruangan ketiga terdapat pintu yang menghubungkan ruangan tersebut dengan ruang dalam bastion barat. Bangunan sebelah kanan terdiri dari 7 ruangan yang disekat dengan tembok. Seperti pada bangunan di sebelah kiri, jendela dan pintunya umumnya berbentuk lengkung. Pada tembok salah satu ruangan terdapat lukisan kompas dan tulisan berbahasa Belanda yang dibuat dengan cara gores. Bagian atas bangunan antara bastion selatan dan barat tersebut tidak beratap, melainkan berupa lantai yang diberi tegel berglasir coklat. Pada bagian tersebut terdapat tembok keliling yang diberi celah intai.

Bangunan di antara bastion timur dan selatan berdenah persegi panjang dan berupa 1 ruangan yang panjang. Jendela-jendela dan pintunya berbentuk lengkung. Bagian atas bangunan tidak diberi atap, melainkan berupa lantai yang diberi tegel berglasir coklat. Sama seperti bangunan antara bastion selatan dan barat, pada bagian atas bangunan tersebut terdapat tembok keliling yang memiliki celah intai. Pada bagian depan bangunan ini terdapat sebuah sumur yang berdiameter 1 m. Dinding sumur ini terbuat dari bata dengan pola ikat dinding Inggris.

Lingkungan sekitar Benteng Marlborough merupakan daerah pemukiman. Terlihat keberadaan benteng ini lebih tinggi dibanding dengan daerah sekitarnya. Keletakan benteng berada pada ketinggian ± 18 m di atas permukaan laut. Di sebelah utara benteng terdapat sebuah bukit kecil yang dikenal dengan nama Tapak Padri. Dari bukit tersebut wilayah perairan Bengkulu dapat teramati sampai Pulau Tikus. Dalam penelitian di lapangan tercatat 3 buah naskah surat yang berhubungan dengan keberadaan Benteng Marlborough. Naskah-naskah tersebut milik Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu sebagai hibah dari Pemerintah Inggris tahun 1995.

II.A.1.b Kampung Cina

Kampung Cina terletak 190 meter di sebelah selatan dari Benteng Marlborough, pada titik koordinat 3o 47' 15,9" LS dan 102o 15' 2,6" BT. Berdasarkan data sejarah kawasan ini merupakan pemukiman Cina sejak masa Kolonial Inggris. Keterangan tersebut mendukung keberadaan tinggalan-tinggalan arkeologi di kawasan tersebut yang berupa rumah tinggal yang mempunyai arsitektur Cina.

Terhitung ada 20 buah rumah tinggal yang berarsitektur Cina di kawasan ini. Rumah-rumah tersebut umumnya memanjang ke arah belakang, bertingkat 2, dan beratap lengkung. Terlihat juga rumah-rumah tersebut diberi hiasan terawangan yang terdapat di atas jendela yang berfungsi sebagai ventilasi sebagaimana umumnya pada arsitektur rumah Cina.

II.A.1.c Kebun Keling

Sekitar 180 meter di sebelah timurlaut Benteng Marlborough, pada titik koordinat 3o 47' 14,9" LS dan 102o 15' 6,4" BT, terdapat suatu kawasan yang dikenal dengan nama Kebun Keling. Menurut keterangan informan, kawasan tersebut pada masa Kolonial Inggris merupakan kebun yang dikerjakan oleh orang-orang India atas perintah Inggris.

Pada saat ini di kawasan tersebut sudah menjadi pemukiman penduduk, yang dapat ditandai dengan keadaan tanahnya yang lebih rendah daripada tanah sekitarnya. Menurut informasi, keadaan tersebut dikarenakan tanah di kawasan tersebut digunakan untuk pembangunan Benteng Marlborough.

II.A.1.d Pelabuhan Bengkulu

Keletakannya 270 meter di sebelah barat dari Benteng Marlborough, pada titik koordinat 3o 47' 8,2" LS dan 102o 15' 6,4" BT. Berdasarkan atas lukisan Joseph C. Stadler dalam buku Prints of South East in The India Office Library diketahui pelabuhan tersebut merupakan milik Inggris (EIC). Berdasarkan atas lukisan tersebut terlihat di Pelabuhan Bengkulu, EIC mendirikan bangunan yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan. Keterangan pada lukisan tersebut menyebutkan juga perairan di Pelabuhan Bengkulu dangkal dan terdapat dataran batu karang sehingga kapal-kapal yang datang ke Bengkulu tidak dapat merapat, sehingga harus membongkar muatannya 0,5 mil dari dermaga. Pada saat ini tinggalan-tinggalan arkeologi sudah tidak ditemukan lagi di kawasan tersebut. Namun, dalam penelitian sebelumnya dilaporkan di kawasan ini ditemukan meriam dan peluru besi.

II.A.1.e Tugu Thomas Parr

Letaknya di sebelah tenggara dengan jarak 170 meter dari Benteng Marlborough, pada titik koordinat 3o 47' 19,16" LS dan 102o 15' 4,1" BT. Tugu tersebut berupa bangunan monumental untuk memperingati Thomas Parr, Residen EIC yang tewas dibunuh oleh rakyat Bengkulu. Tugu tersebut berdenah segi delapan, diberi tiang-tiang bergaya corintian. Pintu masuk pada tugu tersebut terdapat di bagian depan dan sisi kanan dan kiri. Bentuk pintu masuk lengkung sempurna, tanpa daun pintu. Pada salah satu dinding di ruang dalam terdapat sebuah prasasti, tetapi pada saat ini sudah tidak terbaca lagi. Bagian atas tugu diberi atap berbentuk kubah.

Berdasarkan atas lukisan Joseph C. Stadler dalam buku Prints of South East Asia in The India Office Library terlihat di sekitar tugu tersebut terdapat Gedung Pemerintahan dan Gedung Dewan EIC. Pada saat ini sisa-sisa kedua bangunan tersebut sudah tidak dapat ditemukan lagi karena berubah menjadi kawasan pertokoan dan pusat pemerintahan Provinsi Bengkulu.

II.A.1.f Komplek Makam Jitra

Letaknya 640 meter di sebelah timur Benteng Marlborough, pada titik koordinat antara 3o 47' 37,1" LS dan 102o 15' 12,2" BT. Komplek makam tersebut berada di tengah-tengah pemukiman. Pada komplek makam tersebut terdapat 15 buah makam yang bentuknya bangunan monumental. Pada beberapa bangunan terdapat lebih dari satu buah nisan, umumnya dua sampai empat buah nisan. Berdasarkan atas tulisan pada nisan-nisannya diketahui kronologi dari nisan-nisan tersebut berkisar antara tahun 1775 sampai 1940. Dari pengamatan terhadap kronologi nisan diperkirakan komplek makam tersebut dipergunakan pula pada masa Belanda menguasai Bengkulu. Hal itu terlihat dari nama dan bahasa yang terdapat pada nisan-nisan tersebut. Pada nisan-nisan yang tertua sampai awal abad XIX yang tercantum adalah nama-nama orang Inggris dan keterangan-keterangan lainnya ditulis dalam Bahasa Inggris; sedangkan pada nisan-nisan yang lebih muda nama-nama yang tercantum adalah nama-nama orang Belanda dan keterangan-keterangan lainnya ditulis dalam Bahasa Belanda.

II.A.2 Tataruang Kota

Tataruang kota adalah suatu penga­turan pemanfaatan ruang kota yang menampakkan fungsi kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduknya maupun kota itu sendiri (Whittick, 1974: 263). Sebagaimana diketahui kele­takan suatu kota dapat dikaitkan dengan keadaan geografi untuk memudah­kan hubungan pelayaran dan per­dagangan antara satu kota dengan kota yang lainnya (Tjandrasasmita, 1983:786). Dengan demikian Bengkulu berdasarkan atas lokasinya dapat dikatakan sebagai kota pantai yang menitikberatkan kekuatan sosial ekonominya pada pelayaran dan perdagangan.

Dilihat dari struktur pembentuknya, Bengkulu terbentuk menjadi sebuah pemukiman dikarenakan oleh adanya pusat perdagangan. Sebagai sebuah kota tentunya Bengkulu mempunyai komponen-komponen berdasarkan fungsi-fungsinya, seperti pemerintahan, perekonomian, pertahanan, dan pemukiman beserta fasilitasnya. Berdasarkan atas hal tersebut, maka tinggalan-tinggalan arkeologi di Kota Bengkulu yang berasal dari abad XVIII dapat dikategorikan se­bagai komponen kota. Sisa-sisa pelabuhan Bengkulu merupakan komponen kota yang berfungsi se­bagai kawasan perekonomian, Ben­teng Marlborough sebagai kawasan pertahanan, dan Kampung Cina, Kebun Keling, Kompleks Makam Jitra sebagai kawasan pemukiman dan fasilitasnya; sedangkan untuk kawasan pemerintahan saat ini su­dah tidak ditemukan lagi sisa-sisa-nya.

Berdasarkan atas lukisan Joseph C. Stadler diketahui Kota Bengkulu mem­punyai gedung pemerintahan yang terletak di sebelah tenggara Benteng Marlborough. Dilukiskan gedung pemerintahan tersebut merupakan bangunan yang bertingkat 2 dan berdenah segi empat. Atapnya berbentuk tipe pelana. Dari lukisan tersebut diketahui pula bahwa di seberang Gedung Pemerintahan terdapat Gedung De­wan EIC. Gedung tersebut merupakan bangunan bertingkat 2 dengan pintu masuk berbentuk lengkung yang dihiasi dengan tiang-tiang semu. Pada bagian atas bangunan terdapat hiasan berupa barisan baluster dan piala. Berdasarkan atas keletakannya, diduga kedua bangunan tersebut saat ini berada di kawasan pusat pemerintahan Provinsi Bengkulu. Letaknya sekitar 200 meter dari Benteng Marlborough.

Berdasarkan atas foto udara Ben­teng Marlborough dan sekitarnya yang dibuat pada tahun 1950, dapat diinterpretasikan tataruang Kota Bengkulu pada abad XVIII. Terlihat kawasan pemerintahan berada ± 500 meter dari tepi pantai Teluk Bengkulu. Ada sebuah jalan yang menghubungkan kawasan tersebut dengan Benteng Marlborough. Terlihat juga komponen-komponen kota yang lain dihubungkan dengan jaringan jalan. Interpretasi terhadap integrasi foto udara dan keletakan tinggalan-tinggalan arkeologi di Kota Bengkulu menunjukan bahwa pengaturan tataru­ang kota yang menitikberatkan sosial ekonominya pada pelayaran dan perdagangan mendorong ditempatkannya kawasan perekonomian di bagian Barat kota, di sekitar situs Pelabuhan Bengkulu.

Untuk melindungi kawasan tersebut, ditempatkan sebuah benteng pertahanan. Benteng itu ti­dak hanya dibangun untuk melindungi kawasan perekonomian tetapi juga melindungi kawasan-kawasan lainnya yang termasuk dalam komponen Kota Bengkulu. Berdasarkan atas keletakannya terlihat kawasan pemukiman dan fasilitasnya mengelilingi kawasan perekonomian, pemerintahan, dan pertahanan. Gedung-gedung kediaman orang-orang Eropa dibangun bertingkat dua. Bagian atas dibuat dari kayu yang baik mutunya, sedangkan bagian bawah dibuat dari tembok yang tebal dan kokoh. Pembangunan rumah di Bengkulu rata-rata dibuat dengan jarak yang cukup longgar. Gedung Pemerintah dikelilingi oleh tembok bercat putih yang tingginya sekitar 2 meter, sedangkan di tengahnya terletak sebuah taman yang indah model Inggris.

Rumah Residen terletak di tengah-tengah kebun cengkih , sangat sejuk dan indah. Dari lantai atas, orang dapat melihat pemandangan laut, pelabuhan dan Pulau Tikus. Di depan gedung lama milik Pemerintah yang terletak di dekat pantai didirikan sebuah monumen untuk mengenang almarhum Residen Parr, yang mati terbunuh oleh sekelompok orang pribumi tahun 1807. Kantor Pemerintah, balai (majelis), dan kantor bendahara dibuat dalam satu bangunan yang sangat bagus menghadap rumah Gubernur. Benteng Marlborough sebagai pusat pemerintahan terletak di tepi laut, dikelilingi oleh parit (saluran) yang dibuat dari batu. Di sekitar benteng tersebut terdapat sebuah jalan raya bagus yang membentang sejang kurang lebih 18 km dari Benteng Marlborough hingga ke Pematang Balam (Setiyanto, 2001: 26-27)

II.B. Masa Kolonial Belanda

II.B.1 Arsitektur Bangunan

II.B.1.a Gedung Pengadilan Kuna

Bangunan bekas gedung Pengadilan kuna berada di tengah kota lama, di pinggir pantai pada ketinggian 3,20 meter di atas permukaan air laut. Jarak dari tepi laut kurang lebih 110 m. Letak bangunan ini dekat dengan Benteng Marlborough, kira-kira 50 m ke arah timur. Di belakang bangunan bekas gedung pengadilan ini terdapat pusat pertokoan. Di halaman depan terdapat kantor kelurahan, sedangkan di samping kanan dan kiri merupakan satu kesatuan terdapat gedung yang sekarang dipakai sebagai gudang semen, bangunannya membentuk huruf U. Belum diketahui secara pasti tahun pendirian bangunan tersebut.

Dalam laporannya tentang Bengkulu, Van Der Vinne, seorang pejabat Kolonial Belanda tahun 1843, menyatakan:
Di dekat Benteng Marlborough terdapat Kampung Cina yang dilintasi oleh jalan yang buruk karena tidak terawat. Di jalan tersebut sering dijumpai kerbau dan sapi, di sisi kanan jalan ada rumah sakit, di belakang rumah sakit ada rumah tahanan. Di sisi kiri jalan terdapat raad huis (Balai Kota). Raad huis bertingkat dua, bagian bawah dipakai untuk kantor Ambtenar dan ruang atas untuk Sidang Pangeran (Pangheran). Di depan raad huis terdapat taman yang luas dan bagus, terdapat taman gubernuran dan tempat tinggal Asisten Residen. Di tengah taman ada rumah kecil yang indah digunakan untuk gereja dan sekolah.

Berdasarkan atas keterangan dari Van der Vinne tersebut diketahui kemungkinan yang disebut dengan raad huis adalah bangunan Gedung Pengadilan kuna tersebut, sebab gedung tersebut juga bertingkat dua, lagi pula merupakan satu-satunya gedung pengadilan peninggalan kolonial yang ada di Kota Bengkulu.
Gedung yang bergaya neo-renaissance ini diperkirakan atapnya berbentuk perisai. Belum diketahui secara pasti tahun pendiriannya. Berdasarkan atas letaknya diperkirakan usianya termasuk dalam rangkaian kota awal Bengkulu yang meliputi lingkungan sekitar Benteng Marlborough.

Pada masa Kolonial Belanda, sekitar tahun 1930-an, gedung pengadilan tersebut dipergunakan sebagai kantor HPB (Hoofd van Plaatschelijke Berstuur) atau pemerintahan kota, kantor demang dan landraat (pengadilan). Sementara itu, bangunan di sebelah kanan gedung disebut lout regi yang dipergunakan untuk gudang garam, gudang sebelah kiri disebut opium regi dipakai untuk gudang candu (Tim Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bengkulu, 1987: 8-10)

Pada saat ini Gedung Pengadilan kuna dalam keadaan rusak parah. Seluruh lubang jendela dan pintu sudah tidak berdaun pintu dan jendela lagi. Tembok di lantai dua sudah mengelupas dan pada beberapa bagiannya ditumbuhi tanaman liar. Kondisi lingkunganpun tidak mendukung kelestariannya karena banyak berdiri bangunan yang diperuntukan untuk sarang burung walet.

II.B.1.b Kantor Pos

Gedung Kantor Pos terletak di sekitar gubernuran, diapit oleh pasar baru dan Tugu Thomas Parr, sekitar 300 meter dari Benteng Marlborough. Dilihat dari model dan gaya bangunannya diperkirakan bangunan tersebut dibangun pada akhir abad XIX dan awal abad XX pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Dugaan tersebut diperkuat oleh laporan Van Der Vinne tahun 1843, yang tidak menyebutkan keberadaannya di Bengkulu pada saat itu.

Bangunan yang bergaya Eropa ini tidak berkaki dan berdinding polos. Pintunya persegi panjang, dibuat dari kayu yang tebal. Bentuk jendelanya persegi panjang, berdaun tunggal, dibuat dari kayu dan kaca serta diberi ventilasi. Atapnya berbentuk limas. Bahan pondasi adalah batu, bahan dinding batu, bata dan kayu, bahan bingkai pintu kayu. Pola bangunan geometris.

Bangunan tersebut bergaya fungsionalisme yang berkembang sejak awal abad XX. Cerminan dari gaya tersebut terlihat dari bentuk bangunan arsitektur Eropa yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, kondisi alam, dan lingkungannya. Penataan ruang yang sesuai dengan kebutuhan tampak dengan adanya ruang utama ditengah-tengah bangunan yang terbuka untuk umum sebagaimana fungsinya sebagai kantor pelayanan umum. Konstruksi dan rangka bangunannya disesuaikan dengan kondisi alam yang rawan akan gempa. Bangunan tersebut memiliki banyak ventilasi serta jendela sesuai dengan kondisi lingkungan tropis. Dengan terdapatnya halaman terbuka karena masih banyaknya lahan-lahan kosong, maka dihasilkan sirkulasi udara yang baik dan sehat.

II.B.1.c Rumah Yayasan St. Carolus

Rumah Yayasan St. Carolus berfungsi sebagai kantor yayasan Katolik yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Bangunan tersebut terletak di Jalan Todak Pasar Baru. Ciri-ciri dari bangunannya antara lain pintu masuknya berbentuk persegi panjang, jendela berbentuk membulat, dan terdapat ventilasi udara. Pada bangunan tersebut terdapat tanda kontraktor yang membangunnya, yaitu:

ARCH.EN.INGRS.BUR:
FERMONT – CUYPERS

Tanda tersebut menunjukkan bangunan tersebut dirancang dan dibangun oleh Biro Arsitek Fermont & Ed. Cuypers. Biro srsitek tersebut berdiri pada tahun 1910. Biro arsitek yang berkantor di Weltevreden (suatu daerah di Batavia) ini menjadi biro arsitek terbesar di Hindia Belanda antara tahun 1919-1930-an. Hampir semua gedung-gedung misi Katolik, yang tersebar di kota-kota besar di Hindia Belanda, seperti Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan dirancang oleh biro arsitek tersebut (Paulus Soeharga, 1996 : 161-170).

Ciri menonjol dari bangunan Yayasan Katolit St. Carolus adalah volume bangunan berbentuk persegi melintang dengan tambahan bangunan sebagai teras pintu masuk, dengan pilar yang dihiasi hiasan geometris sebagaimana ciri-ciri bangunan yang berkembang pada dekade tahun 1930-an, yaitu bentuk arsitektur kolonial modern.

Salah satu model ventilasi pada bangunan tersebut disebut dengan model balok. Model tersebut dibuat dengan mengisi dinding yang terbuka dengan sirip atau balok berprofil pada permukaan dindingnya. Oleh karena dipasang pada posisi tegak dan mendatar, maka ventilasi tersebut seakan-akan dibentuk dari garis dan bidang sejajar yang saling bertumpuk dengan rapi. Model tersebut sering dipergunakan untuk menghias bangunan pada era 1930-an. Pembuatannya lebih mudah dibanding dengan ventilasi yang kaya akan ragam hias.

II.B.1.d Rumah Pengasingan Bung Karno

Rumah pengasingan Bung Karno saat ini terletak di Jalan Soekarno Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kecamatan Gading Cempaka, sekitar 1,6 kilometer dari Benteng Marlborough. Rumah yang terletak pada titik koordinat 3o 47’ 85,1” LS dan 102o 5’ 41,7” BT ini berada pada ketinggian 64 m di atas permukaan laut. Pada awalnya merupakan rumah tinggal orang Cina yang bernama Tan Eng Cian, penyalur bahan pokok untuk Pemerintah Kolonial Belanda. Soekarno menempati rumah tersebut sejak tahun 1938 hingga 1942.

Dilihat dari gaya bangunannya, rumah tersebut dibangun pada abad XX. Denahnya empat persegi panjang. Ciri-cirinya antara lain tidak berkaki dan dindingnya polos. Pintu masuk utama berdaun ganda, dengan bentuk persegi panjang. Jendela berbentuk persegi panjang dan berdaun ganda. Pada ventilasi terdapat kisi-kisi berhias. Atapnya berbentuk limas. Luas rumah pengasingan ini adalah 162 m2, dengan ukuran 9 meter x 18 meter. Sementara itu, luas tanah keseluruhan adalah 40.434 m2. Pada saat ini luasnya tinggal 10.000 m2 sebab halaman depan terpotong untuk pelebaran jalan.

II.B.1.e Rumah Masyarakat Umum

Rumah masyarakat umum di Kota Bengkulu dari masa Kolonial Belanda terdiri dari dua kelompok menurut gayanya, yakni gaya tradisional dan semi-moderen. Rumah-rumah itu saat ini dapat dilihat di Jalan M. Hasan, Kelurahan Pasarbaru, Kecamatan Teluk Segara dan Kampung Bali. Jalan M. Hasan adalah kawasan pemukiman elit yang dihuni oleh pejabat lokal masa kolonial seperti demang. Di sekitar jalan tersebut ditemukan delapan rumah yang berarsitektur tradisional dan semi-moderen yang berusia lebih dari 50 tahun. Sementara itu, di daerah Kampung Bali, di kawasan pingggiran Kota Bengkulu, ditemukan sejumlah rumah yang usia bangunannya lebih dari 50 tahun. Menurut penuturan tokoh masyarakat setempat, pemukiman di kawasan tersebut mulai muncul dan berkembang sejak tahun 1930-an.

Rumah tradisional sebagian besar dibuat dari kayu dengan kelengkapan rumah serta ragam hiasnya sarat dengan makna simbolis. Di antaranya dimodifikasi bagian dindingnya dengan mempergunakan bidai (bilah bambu yang dianyam dengan kawat) yang dilapisi semen. Pengaruh Eropa tampak dalah pemakaian semen. Bangunan tersebut berteknologi anti-gempa. Rumah bergaya semi-moderen di Kota Bengkulu adalah rumah yang dilengkapi dengan kelengkapan rumah sekedarnya, dan rangka rumah berbahan kayu serta berdinding bidai (bilah bambu yang dianyam dengan kawat) yang dilapisi semen. Menurut informasi, Bung Karno selama tinggal di Bengkulu seringklai membantu masyarakat merancang bangunan. Salah satu ciri bangunan rancangannya adalah perpaduan unsur modern dengan ragam hias lokal, dan bentuk atap limas.

II.B.1.f Masjid Jami Bengkulu

Masjid Jamik Bengkulu terletak di Kelurahan Pengantungan, Kecamatan Gading Cempaka, pada titik koordinat 3o 47’ 32”l LS dan 102o 15’ 44,3”l BT, dan pada ketinggian ketinggian 20 meter di atas permukaan laut. Dari Benteng Marlborough sejauh 1,2 km dengan orientasi 112o U. Atapnya berbentuk tumpang. Pada abad XIX masjid tersebut berbentuk sederhana, dibuat dari kayu dan beratap rumbia. Pada awal abad XX masyarakat membangun masjid tersebut menjadi lebih baik dengan cara swadaya. Bagian dinding diganti dengan tembok, dan bagian atap diganti dengan seng yang sekaligus memperluas masjid tersebut.

Pada tahun 1938, bangunan masjid didesain ulang oleh Bung Karno yang biaya ditanggung oleh masyarakat sendiri. Bung Karno tidak mengubahnya secara keseluruhan, melainkan hanya bagian-bagian tertentu saja. Bagian dinding masjid ditinggikan 2 meter, dan bagian lantai ditinggikan 30 cm. Bung Karno memberikan ciri khas pada bagian atap dengan membentuk atap limasan kerucut dengan memberikan celah pada pertengahan atap. Pada beberapa bagiannya ditambah tiang yang di bagian atasnya diberi ukiran dan pahatan berbentuk sulur-suluran yang dicat warna emas.

II.B.1.g Makam Sentot Alibasyah

Sentot Alibasyah adalah seorang panglima dalam perang Diponegoro (1825-1830). Setelah kekalahan Pangeran Diponegoro, Sentot dan para pengikutnya dimanfaatkan oleh Belanda untuk memerangi kaum Paderi di Sumatera Barat. Oleh karena dianggap bersimpati terhadap perjuangan kaum Paderi, akhirnya Sentot Alibasyah dibuang di Bengkulu hingga akhir hayatnya.

Makam Sentot Alibasyah terletak di Desa Bajak, Kecamatan Teluk Segara, pada titik koordinat 3o 47’ 20,7” LS dan 102o 15’ 48,4” BT, dan pada ketinggian 38 meter di atas permukaan laut, sekitar 1,2 km dari Benteng Marlborough dengan arah 94o U. Pada masa Kolonial Belanda letaknya agak di luar kota, sedangkan saat ini berada di dalam kota. Pada makam Sentot tertulis tanggal pemakaman 17 April 1885. Menurut penuturan masyarakat, bangunan cungkup yang ada di atas makam Sentot Alibasyah adalah bangunan baru. Hal itu menunjukan bangunan makam tersebut pada awalnya sangat sederhana, tanpa bangunan tambahan.Makam tidak ditandai dengan nisan, berbeda dengan umumnya makam-makam muslim di Nusantara. Letaknya berada agak di luar kota. Ketiga ciri tersebut menunjukkan Pemerintah Kolonial ingin mengasingkan Sentot Alibasyah ke Bengkulu, baik masa hidupnya maupun tempat makamnya. Hal itu dilakukan untuk menghindari tumbuhnya semangat perlawanan dari masyarakat yang bersimpati kepada perjuangan tokoh tersebut.

II.B.2.h Kompleks Makam Jitra

Pemakaman orang Belanda dilakukan di komplek pemakaman Jitra sebagaimana orang Inggris pada masa sebelumnya. Hal itu dapat terjadi mungkin karena orang-orang Belanda yang dimakamkan beragama Kristen Protestan juga. Jumlah makam Belanda di pemakaman tersebut sekitar 40 % dari jumlah keseluruhan makam orang Eropa. Berdasarkan atas tulisan pada pemakaman tersebut diketahui orang Belanda yang dimakamkan seluruhnya meninggal pada masa pemerintahan Kolonial Belanda (1825-1942). Salah satu contohnya, Lourens Cornelis Alexander Jacobs, yang lahir pada tanggal 2 November 1855, dan meninggal pada tanggal 26 September 1875. Makam orang Belanda tersebut berbentuk empat persegi panjang dengan cungkup bergaya Klasik Eropa dengan ukuran 190 centimeter x 340 centimeter, dan berdenah empat persegi panjang dengan pilar-pilar pada beberapa bagian cungkup.

II.B.2 Tataruang Kota

Penataan tataruang Kota Bengkulu pada masa Kolonial Belanda terbagi dalam dua periode. Periode pertama dari tahun 1825 hingga akhir abad XIX. Pada periode kedua penataan kota tetap melanjutkan tataruang yang sudah dibuat oleh pemerintahan Kolonial Inggris. Fasilitas pemerintahan dan perumahan yang umumnya dihuni oleh orang Eropa dan Timur Asing serta pejabat-pejabat pribumi yang masuk dalam struktur pemerintahan Kolonial Belanda masih ditempatkan di sekitar lingkungan benteng Marlborough. Pelabuhan yang dipergunakan sama seperti pelabuhan yang dibuat oleh pemerintahan Kolonial Inggris. Demikian pula, fasilitas-fasilitas umum seperti pemakaman dan taman-taman kota. Pada periode Kolonial Belanda pembangunan Kota Bengkulu tidak mengalami kemajuan, bahkan cenderung ke arah kemunduran dibanding pada masa Kolonial Inggris.

Pada periode kedua, awal abad XX hingga tahun 1942, tataruang kota masih berpedoman pada periode sebelumnya, namun wilayah kota mengalami perluasan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pola keletakan antar-rumah yang pada masa Inggris lebih longgar, maka pada periode kedua mulai lebih rapat. Fasilitas kota mengalami penambahan, serta banyak bermunculan kantor-kantor swasta yang menyediakan lapangan kerja di perkotaan.

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III.A Analisis

III.A.1 Masa Kolonial Inggris

Tinggalan bangunan di Kota Bengkulu dari masa Kolonial Inggris secara keseluruhan dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu bangunan pertahanan, bangunan hunian, bangunan pemerintahan, dan bangunan pergudangan.

III.A.1.a Bangunan Pertahanan

Benteng Marlborough merupakan bangunan pertahanan yang baru karena sebelumnya telah didirikan Benteng Fort York di muara sungai Serut. Telah dikemukakan bahwa sumber sejarah menyatakan perpindahan dari benteng lama ke benteng yang baru itu disebabkan oleh karena lingkungan benteng lama dianggap tidak sehat. Sementara itu, dari pengamatan di lapangan tampak adanya perbedaan lingkungan di antara kedua benteng tersebut sebagaimana tertera dalam tabel berikut.

tabel 1. Perbandingan Antara Benteng York dan Benteng Marlborough


Benteng York
Benteng Marlborough
Lokasi
Muara sungai
Tepi pantai
Ketinggian
±10 m dpl
± 18 m dpl
Lingkungan
Rawa-rawa
Dataran kering
Jarak Pantau
Teluk Bengkulu - S. Lemau
S. Selebar - S. Lemau

Berdasarkan atas tabel tersebut terlihat keletakan Benteng Marlborough lebih menguntungkan, yaitu di tepi pantai sebuah teluk, sehingga arus lautnya relatif lebih lemah dibanding di lokasi Benteng York yang berada di pantai yang terbuka. Keletakan Benteng York yang berada di muara sungai kurang menguntungkan juga karena tepi sungainya sering mengalami abrasi oleh arus sungai, bahkan pada saat ini sebagian dari sisa-sisa pondasinya pada saat pasang terendam air. Selain itu, lingkungan Benteng Marlborough lebih baik dari Benteng York. Lingkungan Benteng York yang berupa rawa-rawa dapat mengakibatkan penghuni Benteng York karena keadaan di sekitarnya lembab dan cenderung kotor, sehingga kurang layak untuk dihuni. Hal lain yang menunjukkan Benteng Marlborough lebih baik dari Benteng York adalah keteakan dan ketinggiannya yang memungkinkan Benteng Marlborough memliki jarak pantau yang lebih jauh dari Benteng York.

III.A.1.b Bangunan Hunian

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa umumnya bangunan hunian di daerah penelitian berupa bangunan bertingkat dua. Bangunan bagian bawah dibuat dari bata; sedangkan bagian atas dari kayu. Atap dibuat dari genteng. Selain dari genteng, menurut sumber sejarah, atap dibuat pula dari sirap. Bentuk umum bangunan hunian menunjukan adanya strategi adaptasi penduduk Bengkulu terhadap kemungkinan terjadinya gempa bumi karena kota tersebut termasuk jalur gempa dari rangkaian mediterania. Hal itu diakui sebagaimana dilaporkan pejabat VOC, Nahuijs, kepada Gubernur Jenderal De Kock ketika mengunjungi Bengkulu tahun 1823.

III.A.1.c Bangunan Pemerintahan

Bangunan pemerintahan terletak di sekitar Tugu Thomas Parr. Meskipun saat ini tidak ditemukan lagi sisa-sisa dari bangunan tersebut, berdasarkan atas lukisan Joseph C. Stadler diketahui bentuk bangunan pemerintahan merupakan bangunan bertingkat dua.

III.A.1.d Bangunan Pergudangan

Sama seperti bangunan pemerintahan, bangunan pergudangan saat ini sudah tidak dapat ditemukan lagi sisa-sisanya. Berdasarkan atas lukisan Joseph C. Stadler dan laporan Nahuijs diketahui bangunan pergudangan terletak di Pelabuhan Bengkulu dan Pulau Tikus yang terletak di sebelah baratdaya Benteng Marlborough.

III.A.2 Masa Kolonial Belanda

Dari seluruh tinggalan bangunan di Kota Bengkulu dari masa Kolonial Belanda dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu bangunan pemerintahan, bangunan perkantoran, bangunan hunian, bangunan peribadatan, dan pemakaman.

III.A.2.a Bangunan Pemerintahan

Bangunan pemerintahan masih terkonsentrasi di sekitar Benteng Marlborough. Saat ini dapat dilihat sisa-sisa bangunan pemerintahan di sekitar kawasan Kampung Cina, yaitu Gedung Pengadilan kuna yang sekarang kondisinya sudah rusak.

III.A.2.b Bangunan Perkantoran

Bangunan-bangunan perkantoran swasta tumbuh di selatan Benteng Marlborough, mulai dari garis pantai hingga ke pusat gubernuran. Salah satunya adalah kantor Yayasan St. Carolus. Bangunan perkantoran swasta tumbuh karena adanya industrialialisasi dan arus penanaman modal yang tumbuh pada abad XX. Hal ini mendorong arus urbanisasi yang semakin memperluas wilayah kota.

III.A.2.c Bangunan Hunian

Pada masa Kolonial Belanda, terutama setelah memasuki abad XX, bangunan hunian mengalami perkembangan yang pesat dari segi arsitektur dan jumlahnya karena ditunjang oleh perkembangan penduduk. Sentra-sentra permukiman semakin menyebar dan meluas. Batas-batas wilayah permukiman kota semakin menjauh dari pusat kota lama (Benteng Marlbororough). Rumah-rumah hunian Eropa dan masyarakat lokal mengalami perkembangan.

III.A.2.d Bangunan Peribadatan

Bangunan peribadatan suatu agama terletak di lingkungan hunian pemeluknya. Di wilayah yang terkonsentrasi orang Eropa, berdiri bangunan gereja. Di wilayah yang terkonsentrasi penduduk pribumi/Melayu, berdiri bangunan masjid. Saat ini di sekitar gereja tinggalan Kolonial Belanda berdiri bangunan gereja baru. Sementara itu, sebagian masjid di Kota Bengkulu saat ini merupakan tinggalan dari masa kolonial, sebagai contoh Masjid Jami Ir. Soekarno.

III.A.2.e Pemakaman

Tempat pemakaman orang Belanda menempati tempat pemakaman orang Inggris yang telah ada sebelumnya, yaitu komplek pemakaman Jitra. Komplek pemakaman tersebut berada di dalam kota, namun di luar lingkungan permukiman orang Eropa. Sementara itu, pemakaman masyarakat umum terletak di Kampung Bali yang pada masa Kolonial Belanda terletak di luar kota. Pada saat ini komplek pemakaman masyarakat umum berada di dalam kota.

III.B Pembahasan

Sebagaimana diketahui kele­takan kota dapat dikaitkan dengan keadaan geografi untuk memudah­kan hubungan pelayaran dan per­dagangan antara satu kota dengan kota yang lainnya (Tjandrasasmita 1983: 786). Dalam hal ini Bengkulu berdasarkan lokasinya dapat dikatakan sebagai kota pantai yang menitikberatkan kekuatan sosial ekonominya pada pelayaran dan perdagangan.

Dilihat dari struktur pembentuknya, Kota Bengkulu terbentuk karena adanya pusat perdagangan. Sebagai sebuah kota tentunya Bengkulu mempunyai komponen-komponen kota, seperti pemerintahan, perekonomian, pertahanan, dan pemukiman serta fasilitasnya. Pelabuhan Bengkulu kuna merupakan komponen kota yang berfungsi se­bagai kawasan perekonomian, Ben­teng Marlborough sebagai kawasan pertahanan, dan Kampung Cina, Kebun Keling sebagai kawasan hunian, dan Komplek Makam Jitra sebagai kawasan fasilitas pemukiman. Sementara itu, kawasan pemerintahan saat ini su­dah tidak ditemukan lagi sisa-sisanya.

Berdasarkan atas lukisan Joseph C. Stadler diketahui Bengkulu mem­punyai gedung pemerintahan yang terletak di sebelah tenggara Benteng Marlborough. Dilukiskan gedung pemerintahan tersebut merupakan bangunan yang bertingkat 2 dan berdenah segi empat. Atapnya berbentuk tipe pelana. Dari lukisan tersebut diketahui juga bahwa di seberang gedung pemerintahan terdapat gedung Dewan EIC. Gedung tersebut merupakan bangunan bertingkat 2 dengan pintu masuk yang berbentuk lengkung dan dihiasi dengan tiang-tiang semu. Pada bagian atas bangunan diberi hiasan berupa barisan baluster dan piala. Berdasarkan atas keletakannya, diduga lokasi kedua bangunan tersebut saat ini berubah menjadi pusat pemerintahan Provinsi Bengkulu. Lokasi tersebut berjarak ± 200 m dari Benteng Marlborough.

Berdasarkan atas foto udara Benteng Marlborough dan sekitarnya yang dibuat pada tahun 1950, dapat diinterpretasikan tataruang Kota Bengkulu pada abad XVIII. Terlihat kawasan pemerintahan berada ± 500 m dari tepi pantai Teluk Bengkulu. Di kawasan tersebut terdapat sebuah jalan yang menghubungkannya dengan Benteng Marlborough. Terlihat juga komponen-komponen kota yang lain dihubungkan dengan jaring­an jalan. Interpretasi terhadap integrasi foto udara dan keletakan tinggalan-tinggalan arkeologi di Ko­ta Bengkulu menunjukan bahwa kota yang menitikberatkan sosial ekonominya pada pelayaran dan perdagangan mendorong pihak penguasa menempatkan kawasan perekonomian di bagian barat kota, di sekitar situs Pelabuhan Bengkulu.

Untuk melindungi kawasan tersebut, ditempatkan pula sebuah benteng pertahanan. Benteng tersebut ti­dak hanya melindungi kawasan perekonomian, melainkan melin­dungi pula kawasan dari komponen-komponen Kota Bengkulu lainnya. Berdasarkan atas kele­takannya terlihat kawasan pemuki­man dan fasilitasnya mengelilingi kawasan perekonomian, pemerintah­an, dan pertahanan.

Pada masa awal pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda tataruang kota meneruskan pola dari masa Kolonial Inggris, yaitu pusat pemerintahan terletak di sekitar Benteng Marlborough. Seperti pada masa Inggris, kaum elit kota juga menetap di sekitar benteng. Warga kota yang tinggal di sekitar benteng terutama adalah orang-orang Eropa, Cina, dan Bengali (India).

Meningkatnya pembangunan fisik kota pada masa Kolonial Belanda terlihat jelas ketika pusat pemerintahan dipindahkan ke luar benteng, yaitu di sebelah barat benteng, tepatnya di rumah tinggal Gubernur sekarang. Selain didirikan gedung kantor Asisten Residen, di kawasan pusat pemerintahan didirikan pula gedung peradilan, kantor pos, sekolah, gereja, dan pasar. Lokasi pemukiman para pejabat pemerintahan pribumi yang masuk dalam struktur pemerintahan kolonial, disediakan pula di kawasan pusat pemerintahan, yakni di Jalan M. Hasan sekarang.

Menurut laporan Narhuijs tahun 1828, penduduk Kota Bengkulu (Marlborough dan sekitarnya) berjumlah 12.000 jiwa, terdiri dari orang Eropa, India, Arab, Cina, orang pribumi, dan orang-orang dari suku lainnya di Nusantara seperti Bugis dan Madura. Tujuhbelas tahun kemudian (1845), berdasarkan atas cacatan dari dari Van der Vinne, jumlah penduduk Kota Bengkulu menjadi 10.000 jiwa, terdiri dari 5.392 orang pribumi, yang terdiri dari orang Bengkulu dan orang-orang dari suku lainnya di Nusantara seperti Bugis dan Madura; 4.616 orang asing yang terdiri dari orang Eropa, India, dan Arab; dan 544 orang Cina (Generale Zementrekking, 1845).

Data jumlah penduduk dari kedua tahun tersebut tersebut menunjukan adanya penurunan jumlahnya, namun dari segi keragaman etnisnya Kota Bengkulu masih menunjukan sebagai kota internasional yang multi etnis.Pada masa Kolonial Inggris kelompok etnis Cina terkonsentrasi di Kampung Cina dan etnis India di Kampung Keling. Namun pada masa kolonial Hindia-Belanda kelompok etnis tersebut mulai menyebar ke arah selatan kota seiring dengan perkembangan kota itu sendiri. Perluasan kota-kota secara fisik disebut konurbasi. Perluasan permukiman di perkotaan disebabkan kegiatan perindustrian dan perdagangan. Umumnya kota-kota semacam itu tumbuh dari suatu pelabuhan, seperti Kota Bengkulu (Daldjoeni, 1998: 149).

Dari tinggalan bangunan-bangunan di Kota Bengkulu dari kedua masa kolonial dapat terlihat batas-batas kota lama. Benteng Marlborough menjadi titik awal perkembangan Kota Bengkulu masa kolonial. Sebagai bagian dari sistem pertahanan, benteng sangat berperan dalam pengamanan sebuah pemukiman. Oleh karena itu, lokasi benteng seharusnya di wilayah-wilayah yang dianggap strategis. Benteng Marlborough merupakan bangunan pertahanan yang melindungi Kota Bengkulu sebagai pusat perdagangan lada Inggris.

Berdasarkan atas lokasinya, Benteng Marlborough terletak di lokasi yang strategis karena berada di ketinggian ± 18 m di atas permukaan laut, sehingga dapat menjadi tempat untuk mengamati pemukiman di sekitarnya yang terdiri dari kawasan pemerintahan, kawasan perekonomian, dan kawasan hunian. Selain itu, dengan keletakannya demikian memungkinkan dengan mudah diamati kapal-kapal yang melintasi perairan Bengkulu. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa seseorang yang berdiri di atas bastion benteng tersebut dapat mengamati titik terjauh hingga muara Sungai Selebar dan Sungai Lemau yang merupakan lokasi kerajaan-kerajaan di Bengkulu pada masa itu. Kedua sungai-sungai tersebut juga merupakan media transportasi untuk mengangkut lada dari daerah pedalaman (Marsden, 1975: 145). Keadaan demikian sangat menguntungkan Inggris untuk mempertahankan monopoli perdagangan lada di Bengkulu. Keletakannya di sebuah teluk juga dianggap menguntungkan karena arus laut lebih tenang, sehingga kapal-kapal yang melintasi perairan tersebut lebih aman serta abrasi pantai yang disebabkan oleh ombak lebih sedikit.

Dari sumber sejarah diketahui bahwa di perairan Bengkulu terdapat daratan batu karang sehingga kapal-kapal yang masuk ke Pelabuhan Bengkulu harus membongkar muatannya di laut dan dibawa oleh kapal-kapal yang lebih kecil. Hal itu dapat dijadikan pula oleh Inggris untuk melindungi kapal-kapal dagangnya dari serangan darat. Setelah dirasa cukup aman dan kondusif dengan adanya benteng tersebut, maka dibangun pemukiman dan sarana pemerintahan di luar benteng yang kemudian menjadi cikal bakal perkembangan kota. Kota lama yang berkembang di sekitar Benteng Marlborough hingga ke ke pekaman Jitra, kemudian dikembangkan oleh Belanda sesuai dengan tuntutan jamannya, yang antara lain saat itu terjadi perkembangan jumlah penduduk.

VI. P E N U T U P

Dari hasil analisis data yang diperoleh di Kota Bengkulu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Inggris pada saat memegang monopoli perdagangan di Bengkulu menempatkan Benteng Marlborough sebagai pelindung dari pusat perdagangannya. Keberadaan pusat perdagangan ditunjang juga dengan menempatkan pos-pos di wilayah-wilayah yang dianggap cukup memiliki akses dalam jalur perdagangan, yaitu sungai-sungai di wilayah Bengkulu yang bermuara di Samudera Indonesia. Pos-pos tersebut seperti Benteng Anna dan Victory di Bengkulu bagian utara dan Benteng Linau dan Muara Sambat di bagian selatan didirikan untuk melindungi wilayah-wilayah tersebut.

Dengan mengamati tataruang Kota Bengkulu pada abad XVIII dapat diambil kesimpulan bahwa pada saat itu pihak penguasa Inggris menempatkan komponen-komponen kota berdasarkan fungsi-fungsinya. Sebagai sebuah kota yang menitik­beratkan kekuatan sosial ekonomi pada pelayaran dan perdagangan, maka Inggris menetapkan wilayah Pelabuhan Bengkulu sebagai kawasan yang paling penting di antara kawasan-kawasan yang lainnya.

Perlindungan terhadap kawasan tersebut dilakukan dengan mendirikan benteng Marlborough di dekatnya. Ternyata Benteng Marlborough tidak hanya melindungi kawasan perekonomian saja, melainkan juga kawasan pemerintahan dan pemukiman. Disamping itu Benteng Marlborough yang terletak di ketinggian ± 18 meter dari permukaan laut berfungsi juga untuk mengawasai lalu lintas kapal yang berlayar di perairan Teluk Bengkulu dan kapal-kapal yang keluar masuk sungai-sungai yang berada di sekitar Kota Bengkulu.

Perkembangan kota pada masa Kolonial Inggris lebih terpusat di daerah pantai yang menjadi pintu gerbang ekonomi. Setelah terjadi pengalihan kekuasaan ke tangan Belanda, perkembangan kota terus meluas hingga ke daerah daratan yang menjauh dari garis pantai. Namun, secara umum perkembangan Kota Bengkulu pada masa Kolonial Belanda kurang signifikan dibandingkan pada masa Kolonial Inggris. Hal itu disebabkan Belanda tidak memprioritaskan pembangunan Kota Bengkulu sebagaimana Inggris yang menganggap penting Bengkulu sebagai koloni Inggris satu-satunya di Sumatera. Oleh karena itu, sampai pada paruh abad XX Bengkulu masih dianggap daerah terisolasi sehingga cocok sebagai tempat pengasingan.

Sementara itu pada masa Kolonial Belanda antara tahun 1825-1942, muncul bentuk bangunan yang beragaman sebagai pengaruh gaya bangunan pada jamannya. Pada abad XIX hingga awal abad XX berkembang gaya Klasik Eropa yang dipadu dengan kondisi geografis dan iklim Bengkulu, sehingga muncul gaya bangunan landhuizen. Gaya ini terdapat pada rumah tinggal gubernur dan Gedung Pengadilan kuna.

Pada abad XX berkembang gaya Bangunan Lolonial Moderen dengan ciri yang menonjol adalah volume bangunan berbentuk kubus dengan atap limas dan dinding berwarna putih. Ciri-ciri bangunan tersebut tampak pada bentuk bangunan Yayasan Katolit St. Carolus. Bangunan milik masyarakat lokal pun mengalami perkembangan. Pada abad XIX bangunan umumnya dibuat dari kayu dan bidai sebagai dinding, dengan atap ijuk atau rumbia. Memasuki abad XX hingga ke tahun 40-an semakin berkembang rumah hasil perpaduan teknologi lokal yang berbahan bidai (bilah bambu yang dianyam dengan kawat) dengan teknologi asing yang memakai semen dalam pembuatan bangunannya. Bangunan tersebut disesuaikan dengan kondisi Bengkulu yang rawan gempa.

Pada abad XIX, masa pemerintahan Kolonial Belanda, terjadi penurunan jumlah penduduk dibanding pada masa pemerintahan Kolonial Inggris. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kebijakan politik Kolonial Belanda yang mengurangi peran politik kaum elit pribumi; pemerintah Kolonial Belanda tidak mengutamakan pembangunan di Bengkulu, sehingga sarana dan prasarana yang dibangun Inggris tidak mengalami perbaikan maupun peningkatan mutu; menurunnya kuantitas kegiatan pelabuhan Bengkulu, karena kapal-kapal lebih senang berlayar melalui Selat Malaka dan pantai timur Sumatera.

· Status pemerintahan di Bengkulu diturunkan, bahkan pada masa itu berkembang wacana di kalangan Pemerintahan Kolonial yang ingin menggabungkan Bengkulu dengan Palembang, dan menempatkan Tebingtinggi sebagai ibukotanya, namun akhirnya wacana ini tidak pernah diwujudkan
Continue Reading | komentar

Upacara Tabot Bengkulu

Senin

Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M).
Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syeh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syeh Burhanuddin (Imam Senggolo) Menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot. upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar kalendar islam) setiap tahun.

Arti Tabot
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harafiah berarti "kotak kayu" atau "peti".
Dalam al-Quran kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.

Masuk ke Bengkulu
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi'ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syi‘ah.
Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.
Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di Bengkulu, misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di Pariaman hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.
Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai Tabot pembangunan (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak).

Peralatan-Peralatan upacara Tabot
Untuk melaksanakan upacara Tabot, ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan, diantaranya adalah:
Pembuatan Tabot
Kelengkapan alat untuk membuat Tabot antara lain: bambu, rotan, kertas karton, kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, bunga kertas, bunga plastik dan lain sebagainya. Jika dilihat dari banyaknya alat yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat Tabot sekitar 5-15 Juta rupiah.
Kenduri dan Sesaji
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, dadeh, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan dan lain-lain.
Perlengkapan Musik Tabot
Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara tabot adalah dol dan tessa. Dol terbuat dari kayu tengahnya dilubangi dan kemudian ditutup dengan menggunakan kulit lembu. Dol berbentuk seperti beduk. Garis tengahnya sekitar 70 – 125 cm, dan alat pemukulnya berdiameter 5 cm dan panjangnya 30 cm. Cara menggunakannya dengan cara dipukul-pukul. Sedangkan Tessa berbentuk seperti rebana, terbuat dari tembaga, besi plat atau alumunium, dan juga bisa dari kuali yang permukaannya ditutup degan kulit kambing yang telah dikeringkan.
Kelengkapan lainnya
Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabot adalah: Bendera merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera panji-panji berwarna hijau atau biru yang ukurannnya lebih besar dari bendera merah-putih, bendera putih yang ukurannnya sama dengan panil (beserta tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung, duplikat pedang zufikar (pedang Rasulullah) dengan ukuran mini.

Tata Laksan
Tahapan upacara Tabot adalah sebagai berikut:
Mengambik tanah (mengambil tanah)
Tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus diambil dari tempat keramat. Di Bengkulu, hanya ada dua tempat yang dianggap keramat yaitu di Keramat Tapak Padri yang terletak di tepi laut tidak jauh dari Benteng Marlborough di sudut kanan Pelabuhan Laut Bengkulu dan Keramat Anggut yang terletak di pemakaman umum Pasar Tebek dekat Tugu Hamilton, tidak jauh dari Pantai Nala. Upacara ini berlangsung pada malam tanggal 1 Muharam, sekitar pukul 22.00 WIB.
Tanah yang diambil disimpan di Gerga (pusat kegiatan/markas kelompok Tabot bersangkutan), dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan putih, lalu diletakkan di Gerga. Gerga tertua di Bengkulu hanya ada dua, yaitu Gerga Berkas dan Gerga Bangsal. Keduanya telah direnovasi dan kini berwujud bangunan permanen.
Di kedua tempat tersebut, mereka memberikan sesajen berupa: bubur merah dan bubur putih, gula merah, sirih 7 subang, rokok nipah 7 batang, kopi pahit 1 cangkir, air serbat 1 cangkir, dadih (susu sapi murni yang mentah) 1 cangkir, air cendana 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.
Duduk Penja (mencuci jari-jari)
Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga Sipai, Penja adalah benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut duduk Penja, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram sekitar pukul 16.00 WIB.
Pada acara Penja ini, peralatan yang dibutuhkan adalah: air kembang, air limau nipis, sesajen, dan penja yang akan dicuci. Sesajen yang dipersiapkan terdiri: nasi kebuli 1 porsi, emping beras 1 piring, pisang emas 1 sisir, tebung 1 potong, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, dan dadih 1 gelas.
Menjara (mengandun)
Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji/bertanding dol, sejenis beduk yang terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya serta ditutupi dengan kulit lembu.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 6 dan 7 Muharram mulai pukul 20.00 atau 23.00 WIB. Pada tanggal 6 Muharram, kelompok Tobat Bangsal mendatangi kelompok Tobat Barkas sedangkan pada tanggal 7 Muharram kelompok Tobat Barkas mendatangi kelompok Tobat Bangsal. Kegiatan ini berlansung dihalaman terbuka yang disediakan oleh masing-masing kelompok.
Meradai (mengumpulkan dana)
Meradai adalah pengambilan dana oleh Jola (bahasa Melayu artinya orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan) yang terdiri dari anak-anak berusia 10-12 tahun. Acara ini dilakukan pada siang hari tanggal 6 Muharram antara pukul 07.00-17.00 WIB. Lokasi pengambilan dana biasanya sudah disepakati bersama oleh masing-masing kelompok Tabot. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya adalah: bendera panji, tombak bermata ganda, tas atau kambut, karung gandum, dan tessa.
Arak Penja (mengarak jari-jari)
Arak Penja atau arak jari-jari merupakan acara mengarak jari-jari yang diletakkan di dalam Tabot dengan di jalan-jalan utama di kota Bengkulu. Kegiatan ini dilaksanakan pada malam ke-8 dari bulan Muharram, yaitu sekitar pukul 19.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 21.00 WIB.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan sesajen adalah: nasi kebuli 1 porsi, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, telur dadar 1 buah, lauk pauk 7 piring (7 macam jenis lauk).
Arak Seroban (mengarak Sorban)
Arak Serban merupakan acara mengarak Penja ditambah dengan Serban (Sorban) putih dan diletakkan pada Tabot Coki (Tabot Kecil). Tabot Coki ini dilengkapi dengan bendera/panji-panji berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan nama “Hasan dan Husain” dengan kaligrafi Arab yang indah. Kegiatan ini diadakan pada malam ke-9 Muharram sekitar pukul 19.00-21.00 WIB.
Sebagai mana namanya, maka peralatan yang dibutuhkan dalam acara ini adalah Tabot dan seroban. Selain itu, juga dibutuhkan kain khusus dan Tabot Coki (kursi kerajaan/tahta)
Gam (tenang / berkabung)
Satu di antara tahapan upacara Tabot yang harus ditaati adalah “gam”. Gam adalah waktu yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata “ghum” yang berarti tertutup atau terhalang. Tanggal 9 Muharram merupakan masa gam ini, yakni sejak pukul 07.00 hingga pukul 16.00 WIB, di mana pada waktu tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan dol dan tassa tidak boleh dilakukan. Jadi masa gam dapat juga disebut masa tenang.

Arak Gedang (taptu akbar)
Pada 9 Muharram malam, sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan ritual pelepasan Tabot Besanding di gerga (markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan dengan arak gedang yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh rute yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya grup-grup Tabot, grup-grup hiburan, para pendukung masing-masing serta masyarakat. Acara ini berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di lapangan Merdeka Bengkulu (Sekarang: Lapangan Tugu Propinsi). Tabot dibariskan bershaf istilah lokal disandingkan, karenanya acara ini dinamakan Tabot Besanding.
Peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah gerobak. Gerobak ini digunakan untuk mengangkut Tabot ke tempat Tabot dikumpulkan.
Tabot Tebuang (Tabot terbuang)
Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharram. Pada pukul 09.00 WIB seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu.
Pada sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot Tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30 WIB, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Tabot dimaksud.

Doa-doa
Setiap tindakan dalam upacara Tabot selalu diawali dengan pembacaan Basmalah dan doa-doa. Doa-doa tersebut diantaranya adalah:
Doa kubur
Doa mohon selamat dan ampunan atas arwah orang-orang muslim di dunia
Bacaan tasbih
Sholawat ulul ‘azmi
Sholawat Wasilah dan lainnya

Nilai-Nilai
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabot, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabot diantaranya adalah: satu, proses mengambik tanah mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. Kedua, terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual tabot mengandung unsur penyimpangan dalam akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam prosesi mengambik tanah, namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya lokal. Dan ketiga, pelaksanaan upacara Tabot merupakan perayaan untuk menyambutan tahun baru Islam.
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabot adalah sebagai manifestasi kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbela dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga Bani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur ‘Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘AlĂ® beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabot akan menjadi sekedar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya.
Continue Reading | komentar
Photobucket
 
Copyright © 2011. KUTAI TOPOS JURUKALANG . All Rights Reserved
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template Modify by Creating Website. Inpire by Darkmatter Rockettheme Proudly TOPOS Blogger